sukabumiheadline.com – Kasus bantuan perahu untuk nelayan yang melibatkan Kepala Desa (Kades) Mandrajaya, Ajat Sudrajat, dengan dua nelayan Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Dihan dan Nuryaman terus berlanjut.
Kuasa Hukum Dihan dan Nuryaman, Efri Darlin M Dachi, Ratna Mustikasari dan Rolan Benyamin P Hutabarat, memberikan opini hukum merespons pernyataan kuasa hukum Ajat Sudrajat, Feriansyah yang menyebutkan bahwa perkara ini merupakan persoalan jual beli pribadi antara Ajat Sudrajat dengan Dihan dan Nuryaman. Baca selengkapnya: Nelayan Ciemas Sukabumi rugi Rp62 juta, iming-iming bantuan perahu oleh kades dan anggota DPRD
Dihan dan Nuryaman melalui Dachi menyebut perlu memberikan klarifikasi demi menjaga objektivitas pemberitaan dan penegakan hukum yang adil, terkait pernyataan Feriansyah yang mengklaim telah terjadi perdamaian sebelumnya, antara Dihan dan Nuryaman dengan Ajat Sudrajat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Perlu kami tegaskan bahwa perdamaian yang dimaksud bukanlah hasil kesepakatan bebas dan sukarela dari pihak klien kami,” jelas Dachi dalam pernyataan tertulis kepada sukabumiheadline.com, dikutip Senin (16/6/2025).
“Klien kami justru merasa telah diintimidasi dan ditekan secara psikologis oleh oknum Kepala Desa agar menandatangani surat pernyataan perdamaian, yang dilakukan dalam situasi tidak seimbang dan tanpa pendampingan hukum,” jelas Dachi.

Dachi juga menilai pernyataan Feriansyah sebagai pelanggaran serius terhadap asas-asas keadilan dan prinsip kesukarelaan dalam penyelesaian sengketa.
“Klaim bahwa transaksi perahu adalah urusan jual beli pribadi tidak sepenuhnya benar dan menyesatkan. Bukti yang kami miliki, termasuk kwitansi yang ditandatangani dan dicap resmi dengan stempel Kepala Desa Mandrajaya, menunjukkan bahwa tindakan tersebut menggunakan atribut dan kewenangan jabatan Kepala Desa, sehingga tidak dapat serta-merta dipisahkan dari kapasitas jabatannya sebagai pejabat publik,” tegasnya.
Lebih jauh, Dachi menyebutkan, fakta hukum bahwa perahu dijanjikan dalam program tertentu, serta keterlibatan Ajat Sudrajat dalam kapasitas resmi, memperkuat dugaan bahwa perbuatan tersebut tidak berdiri dalam ranah perdata jual beli biasa.
“Keterlibatan Ajat Sudrajat dalam kapasitas resmi (sebagai Kades Mandrajaya – red) mengarah pada dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 dan 372 KUHP,” paparnya.
Karenanya, selaku kuasa hukum dari para pelapor, Nuryaman dan Dihan, ia menyampaikan bahwa selain dugaan tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan juga adanya tindak pidana korupsi (tipikor).
“Selain adanya dugaan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Jo 374 Jo 415 KUHP, kami juga melihat adanya indikasi kuat terhadap unsur tindak pidana korupsi dalam bentuk gratifikasi dan suap sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 12B dan Pasal 5–6 UU Tipikor,” beber Dachi.
“Dari keterangan dan kronologi yang dialami oleh klien kami, serta dari analisis hukum terhadap relasi para terlapor dengan program bantuan pemerintah yang seharusnya diperuntukkan secara cuma-cuma kepada nelayan, kami menemukan adanya dugaan praktik jual beli pengaruh (influence trading), yang dalam praktiknya dikenal sebagai “buying and selling influence” — yaitu kondisi di mana seseorang dengan posisi/jabatan strategis diduga menjual pengaruhnya untuk kepentingan pribadi atau kelompok dengan imbalan tertentu,” jelas Dachi lebih lanjut.
Berita Terkait: Tragedi kemanusiaan dalam jual beli Pokir DPRD, nelayan Sukabumi sampai jual sawah
Dengan demikian, lanjut Dachi, penanganan perkara ini tidak dapat hanya berhenti pada ranah delik umum atau biasa seperti penipuan dan penggelapan, tetapi juga memerlukan pendalaman lebih lanjut oleh aparat penegak hukum untuk mengusut kemungkinan tindak pidana korupsi.
“Ini memerlukan pendalaman lebih lanjut oleh aparat penegak hukum untuk mengusut kemungkinan tipikor, terutama dalam bentuk gratifikasi, suap, dan penyalahgunaan wewenang oleh aparatur desa dan pihak-pihak lain yang diduga terlibat,” yakin dia.
Lebih jauh, Dachi mengharapkan Kapolres Sukabumi melalui Kasat Reskrim dan Unit Tipikor yang menangani perkara tersebut dapat menindaklanjuti laporan ini dengan serius.
“Kami berharap ini ditindaklanjuti dengan serius berdasarkan bukti bukti dan petunjuk yang kami serahkan mengingat potensi kerugian yang ditimbulkan tidak hanya terhadap klien kami, tetapi juga terhadap kepercayaan publik terhadap program-program pemerintah yang seharusnya pro-rakyat,” katanya.
“Kami menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Polres Sukabumi dan menyerahkan sepenuhnya kepada penyidik untuk mengungkap fakta yang sebenarnya berdasarkan alat bukti yang sah,” jelas dia.
“Namun, kami juga meminta kepada semua pihak untuk tidak menggiring opini publik seolah-olah klien kami keliru dan seolah-olah perkara ini telah selesai, padahal proses hukumnya masih berlangsung dan belum ada penetapan secara hukum dari institusi yang berwenang,” tegas Dachi.
Namun demikian, Dachi juga menyatakan pihaknya terbuka untuk melakukan mediasi.
“Kami membuka diri terhadap proses mediasi yang dilakukan secara profesional, imparsial, dan menjunjung hak-hak hukum dari masing-masing pihak tanpa tekanan dan intimidasi apapun,” pungkasnya.
Baca Juga: Kasus Pokir perahu untuk nelayan Ciemas Sukabumi, SPI wanti-wanti anggota DPRD ini
Pernyataan Kuasa Hukum Kades Mandrajaya

Untuk diketahui, dugaan kasus penggelapan dan penipuan yang menyeret nama Ajat Sudrajat dan Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi dari PPP, Andri Hidayana, memasuki babak baru.
Sebelumnya, pada Jumat (13/6/2025), Ajat Sudrajat didampingi kuasa hukumnya Feriansyah memenuhi panggilan Polres Sukabumi.
“Kedatangan hari ini untuk klarifikasi berdasarkan undangan klarifikasi dari pihak Polres, kita diminta untuk klarifikasi dengan adanya Laporan masyarakat atau dugaan tindak pidana pasal 372 dan 378 hari ini kita datang dengan itikad baik,” jelas Feriansyah.
Menurut Feriansyah, kliennya tidak merasa melakukan hal yang dituduhkan padanya.
“Jadi hari ini kita datang untuk menerangkan kejadian yang sebenarnya yang dialami oleh Pak Kades dengan bukti-bukti yang sudah kita serahkan kepada penyidik dan kita juga di sini menyerahkan sepenuhnya proses ini kepada penyidik,” jelasnya.
Feriansyah juga berharap ada mediasi dalam kasus ini. Ia pun mengatakan bahwa kliennya siap untuk menempuh mediasi dengan ke dua pelapor, Dihan dan Nuryaman.
“Karena sebelumnya pernah diadakan mediasi, dan dalam mediasi tersebut dinyatakan berdamai dan sudah menyatakan kesalahpahaman dari Pak Kades yang intinya sudah ada perdamaian cuman ini berlanjut proses kita ikuti aja alurnya,” kata dia.
Menurut Feri, dari barang bukti yang dibawa pelapor berupa kwitansi dengan cap milik Desa itu murni jual beli perahu antara Ajat Sudrajat dengan kedua pelapor yaitu Nuryaman dan Dihan.
“Penjelasan itu murni dari Pak kades sendiri tidak ada kaitannya dengan jabatannya. Terkait jual beli, itu jual beli secara pribadi saja tidak ada orang lain,” kata Feriansyah.
Ia juga membantah jika kasus yang sedang dialami kliennya tidak ada kaitannya dengan Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi seperti yang dituduhkan pihak pelapor.
“Kita enggak sampai ke arah sana ya karena ini dugaannya terhadap Pak Kades sendiri, dan dari beberapa keterangannya juga menyebutkan tidak ada kaitannya dengan anggota dewan tersebut,” tegasnya.
Feriansyah mengatakan bahwa permasalahan kliennya tidak ada hubungannya dengan pokir dan murni sebatas jual beli perahu. Adapun terkait adanya pertemuan dengan anggota dewan, itu bukan bentuk intimidasi, tapi hanya sebatas silaturahim.
“Tadi sudah diklarifikasi pertemuan itu hanya untuk silaturahim. Saat perdamaian di rumah anggota dewan itu hanya sebagai yang dituakan, sehingga mungkin muncullah isu anggota dewan tersebut terkait dengan permasalahan ini. Sebetulnya tidak ada sama sekali,” pungkasnya.
Apa itu opini hukum?
Opini hukum, atau legal opinion, adalah pendapat atau analisis tertulis dari seorang ahli hukum mengenai suatu isu atau masalah hukum tertentu. Opini ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang implikasi hukum dari suatu transaksi atau situasi, serta mengidentifikasi potensi risiko hukum yang perlu dipertimbangkan.
Opini hukum merupakan pendapat ahli yang disusun oleh pengacara, konsultan hukum, atau ahli hukum lainnya yang memiliki keahlian di bidang terkait.
Legal opinion adalah juga analisis hukum didasarkan pada fakta-fakta yang ada dan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan pemahaman untuk membantu penerima opini (biasanya klien) memahami konsekuensi hukum dari suatu tindakan atau situasi.
Opini hukum juga menyoroti potensi risiko hukum yang mungkin timbul dan perlu diatasi.
Namun demikian, opini hukum tidak mengikat secara hukum, tetapi memberikan informasi dan saran yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan.