sukabumiheadline.com – Menteri Pertanian Amran Sulaiman kalah di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Hal itu dipastikan setelah Majelis Hakim mengabulkan eksepsi Tempo dalam perkara perdata melawan Amran melalui putusan sela, Senin (17/11/2025).
“Majelis mengabulkan eksepsi Tergugat,” demikian bunyi amar putusan tersebut. “Majelis menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili perkara ini.”
Hakim juga mewajibkan Kementerian Pertanian sebagai penggugat membayar biaya perkara sebesar Rp240 ribu. Hubungan Masyarakat PN Jakarta Selatan Asropi membenarkan putusan sela tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Betul. Kalau di e-court nanti sudah ditandatangani oleh panitera, para pihak bisa men-download putusan tersebut,” ujar Asropi pada Senin, 17 November 2025. Dia pun memperkirakan para pihak bisa mengunduh putusan itu pada hari ini. “Semoga tidak ada trouble di e–court,” ujar dikutip dari tempo.co, Selasa (18/11/2025).
Dalam eksepsi, kuasa hukum Tempo berargumen bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili perkara ini karena sengketa ini merupakan sengketa pers yang tunduk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Karena itu, menurut tim hukum Tempo, Dewan Pers-lah yang berwenang menyelesaikan sengketa tersebut.
Tim hukum Tempo juga menyatakan bahwa penggugat belum menggunakan hak jawab, hak koreksi, atau melapor ke Dewan Pers sesuai mekanisme wajib dalam UU Pers. Dalam eksepsi lainnya, kuasa hukum Tempo menilai gugatan Amran merupakan bentuk Unjustified Lawsuit Against Press (ULAP) yang muncul dari itikad buruk.
Berita Terkait: LBH Pers: 5 kali mangkir, indikasi kuat Amran berhasrat bungkam pers
Kuasa hukum Tempo juga berpendapat bahwa Penggugat tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan gugatan. Mereka mendasarkan argumen tersebut pada dua alasan.
Pertama, pihak yang mengajukan pengaduan ke Dewan Pers adalah Wahyu Indarto, bukan Menteri Pertanian. Kedua, objek sengketa, yakni pemberitaan, tidak memberitakan Penggugat, melainkan aktivitas Bulog dalam penyerapan beras dan/atau gabah.
Tim hukum Tempo juga berargumen bahwa gugatan ini merupakan bentuk penyalahgunaan hak dan dilakukan dengan itikad buruk. Mereka menilai ada indikasi intimidasi melalui tuntutan ganti rugi sebesar Rp200 miliar.
Tim hukum Tempo menyebut gugatan Amran salah pihak karena berita yang disengketakan dipublikasikan oleh tempo.co yang berada di bawah PT Info Media Digital, bukan PT Tempo Inti Media Tbk.
Tim hukum Tempo juga menilai bahwa Amran sebagai menteri tidak dapat menggugat atas nama pegawai kementerian, Bulog, dan petani Indonesia tanpa dasar hukum eksplisit.
Amran menggugat Tempo secara perdata dengan nilai Rp200 miliar. Ia menuduh Tempo melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak menjalankan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers atas sengketa sampul berita “Poles-poles Beras Busuk”.
Artikel tersebut dilengkapi sampul bergambar karung beras dengan judul “Poles-poles Beras Busuk” yang ditayangkan di media sosial Instagram dan X (sebelumnya Twitter). Isi artikelnya berkisah tentang upaya Bulog membeli seluruh gabah petani dengan satu harga, yaitu Rp6.500 per kilogram.









