22.5 C
Sukabumi
Jumat, Maret 29, 2024

Blueberry, sniper cantik Rusia pembantai tentara Ukraina

sukabumiheadline.com - Sosok Blueberry sangat misterius. Namun,...

Soal tangan buruh wanita asal Bojonggenteng Sukabumi putus, Latas: Disnaker harus proaktif

sukabumiheadline.com - Paskakecelakaan kerja yang terjadi di...

Sah, masa jabatan kades kini jadi 8 tahun per periode, Dana Desa ditambah

sukabumiheadline.com - DPR RI secara resmi telah...

Anggaran Daerah Habis untuk Belanja Pegawai, Menkeu: Ini yang Disebut Ecer-ecer

EkonomiAnggaran Daerah Habis untuk Belanja Pegawai, Menkeu: Ini yang Disebut Ecer-ecer

SUKABUMIHEADLINE.com l Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut lebih dari setengah anggaran daerah habis untuk belanja birokrasi. Hal ini menjadi penyebab belum optimalnya tata kelola keuangan di daerah.

Sri Mulyani menyebut, sejak tiga tahun terakhir, belanja birokrasi mencapai 59 persen dari total anggaran daerah termasuk belanja pegawai. “Pengelolaan keuangan daerah yang belum optimal dengan indikasi besarnya belanja birokrasi seperti belanja pegawai dan barang jasa yang rata-rata mencapai 59 persen dari total anggaran daerah dalam tiga tahun terakhir,” ujar Sri dalam rapat bersama Komisi XI DPR secara virtual, Senin (13/9/2021).

Sri menambahkan, hampir semua dana transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) digunakan untuk belanja pegawai. Padahal anggaran tersebut bisa dioptimalkan untuk pembangunan di daerah.

“Sebagian besar dari TKDD dana alokasi umum (DAU) memiliki korelasi cenderung positif terhadap belanja pegawai,” ungkap Sri.

Sri menjelaskan, dalam tiga tahun terakhir, kemampuan daerah dalam mendapatkan pendapatan asli daerah (PAD) sangat minim. Hal itu tecermin dari porsi PAD dalam APBD hanya sekitar 24,7 persen, sedangkan hampir 70 persen berasal dari TKDD.

Hal ini tidak searah dengan esensi DAU yakni sebagai alat dalam memberikan pelayanan dasar bagi masyarakat, mengurangi ketimpangan, dan mendukung kecukupan pendanaan untuk pelaksanaan urusan yang diserahkan ke daerah oleh pemerintah pusat.

“Pemda menggunakan DAK sebagai sumber utama belanja produktif. Padahal esensi DAK sebagai pelengkap, penunjang dari yang disebut dana keseluruhan TKDD atau APBD daerah tersebut,” ucap Sri.

Sedangkan belanja modal, kata dia, mayoritas daerah mengandalkan dana alokasi khusus (DAK). Padahal porsi DAK jauh lebih kecil.

“Makin besar DAU justru habis digunakan pegawai. Korelasi positif interpretasinya seperti itu,” ujar Sri.

Sedangkan DAK yang secara nominal nilainya lebih kecil dari DAU memiliki korelasi pada belanja modal. Artinya belanja modal di daerah sangat tergantung pada transfer pusat, bukan dari DAU.

Tak hanya itu, pengelolaan keuangan daerah juga belum efektif dan efisien. Hal itu tercermin dari belanja yang belum fokus akibat banyaknya jenis program yang mencapai 29.623 dan 263.135 kegiatan.

“Ini yang disebut ecer-ecer. Pokoknya kecil-kecil semuanya dapat, tanpa memikirkan pengeluaran itu bisa menghasilkan output dan outcome,” kata dia.

Konten Lainnya

Content TAGS

Konten Populer