sukabumiheadline.com – Pelaporan kepada pihak kepolisian oleh dua nelayan warga Desa Mandrajaya, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Nuryaman dan Dihan, seakan mengungkap fakta yang lazim diketahui publik tentang jual beli Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Kabupaten Sukabumi.
Kades Mandrajaya menyebutkan, seperti disampaikan kuasa hukum Dihan dan Nuryaman, Efri Darlin M Dachi, Pokir tersebut merupakan program dari anggota DPRD Kabupaten Sukabumi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Andri Hidayana.
Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Sukabumi, Rozak Daud, turut merespons kasus yang dialami kedua nelayan Ciemas yang melaporkan Kades Mandrajaya ke Satreskrim Polres Sukabumi, pada Rabu (4/6/2025) tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Rozak, praktik jual beli program anggota legislatif ataupun eksekutif di Kabupaten Sukabumi sudah diketahui publik. Bahkan, sudah dianggap lumrah.
“Praktik jual beli Pokir atau program kepada penerima manfaat oleh pejabat baik eksekutif maupun yudikatif selama ini sudah menjadi rahasia umum dan dianggap lumrah publik Kabupaten Sukabumi,” kata Rozak Daud kepada sukabumiheadline.com, Selasa (10/6/2025).
“Fenomena ini kita menilai ada beberapa faktor. Pertama, sumber daya manusia yang tidak cukup, sehingga menganggap bahwa jabatan itu bisa dikapitalisasi dengan sistem barter, ini program nya, kalau mau ditukar dengan uang,” papar Rozak.
“Kedua, demokrasi kita juga dibarter pada saat pemilu, saya pilih Anda, tetapi berani berapa bayar suara. Akhirnya proses demokrasi kita hanya melahirkan pedagang,” jelasnya.
Rozak menambahkan, apa yang dialami Dihan dan Nuryaman, dirinya berharap menjadi yang terakhir.
“Kejadian yang dialami Nelayan di Ciemas ini kita berharap kejadian yang terakhir, jangan sampai terulang kembali,” harap dia.
“Kita yang mendengarnya pun malu, masa program untuk masyarakat kecil (nelayan) sampai dibarter dengan Rupiah, apalagi ini tidak terealisasi. Untuk perahu kebutuhan dasar alat produksi nelayan saja seperti ini, apalagi yang bersifat infastruktur,” sesal Rozak.
Lebih jauh, Rozak meminta pihak kepolisian merespons cepat aduan tersebut.
“Polisi harus merespons cepat aduan masyarakat ini untuk menjadi pelajaran bagi semua. Ini bukan soal nilai uangnya tetapi menodai nilai-nilai kemanusiaan,” harapnya.
“Ini kan nelayan untuk mendapatkan hak dasarnya yaitu perahu dari pemerintah, harus menggunakan uang, tetapi kemudian haknya itu tidak didapatkan. Ini bukan sekedar dugaan penipuan, tetapi lebih dari itu yaitu tragedi kemanusiaan,” tegas Rozak.
Rozak menambahkan, apa yang dialami oleh Dihan dan Nuryaman memiliki pola sama dengan kasus bantuan traktor untuk petani yang sempat mencuat beberapa waktu lalu.
“Ya polanya mah seperti bantuan traktor untuk petani tahun lalu. Sudah sempat ramai juga, namun diduga ada intimidasi terhadap petani, sehingga kasusnya kembali sepi. Kasus ini juga sama, bedanya sekarang ada penasehat hukum di pihak korban, jadi mereka bertahan,” jelas Rozak.
Selain itu, pria yang rajin memberikan advokasi terhadap para petani tersebut meminta Andri Hidayana untuk kembali ke fitrahnya seperti dulu.
“Isu berkaitan Andri mah udah banyak. Makanya saya berpesan bahwa kekuasaan itu bukan sekadar uang, tapi kebermanfaatan buat orang banyak,” katanya.
“Kembali ke fitrah (Andri Hidayana) yang saya kenal sebagai orang yang selalu berbuat baik, mengadvokasi masyarakat di bidang kesehatan,” pungkas Rozak.
Diintimidasi setelah membuat laporan polisi

Sementara itu, tepat satu hari setelah membuat laporan polisi, pada Jumat (5/6)2925), menurut Dachi, kliennya dijemput dari rumahnya untuk dibawa ke kediaman orang tua dari Kades Mandrajaya.
“Setelah kami laporkan, dua klien kami ini dijemput paksa dari rumah dan ada yang dicegat dijalan, lalu dibawa ke rumah orang tua Kepala Desa,” jelas Dachi, Jumat (6/6/2025).
Selanjutnya, keduanya dipaksa membuat surat pernyataan akan mencabut laporan polisi dan menyelesaikan masalah tersebut secara kekeluargaan.
“Di situ klien kami diancam akan dilaporkan balik atas dugaan pencemaran nama baik kalau laporan tidak dicabut,” ungkapnya.
Dijelaskan Dachi, setelah kedua kliennya itu diintimidasi pada Kamis (5/6/2025) malam, sekira pukul 23.00 WIB. Lalu, kedua nelayan tersebut dibawa ke rumah Andri.
“Selanjutnya, kedua klien kami ini, pada jam 11 malam, dibawa ke rumah Haji Andri,” tambahnya.
Surat pernyataan tersebut ditandatangani oleh Nuryaman dan Dihan sebagai pihak pertama, sedangkan Kades Mandrajaya selaku pihak kedua, dan disaksikan langsung oleh Andri.
“Di sana ada intimidasi dan ada pemaksaan, sehingga mereka membuat pernyataan bersama,” jelasnya.
Sementara itu, hingga saat ini Andri Hidayana belum merespons upaya konfirmasi oleh sukabumiheadline.com.
Diberitakan sebelumnya, kedua nelayan itu diduga ditipu oleh kades. Kasusnya berawal ketika mereka ditawari kades mendapat bantuan perahu. Namun, Nuryaman dan Dihan diminta membayar puluhan juta Rupiah.
Namun, dijelaskan Nuryaman, sampai saat ini bantuan perahu yang dijanjikan kades tersebut tidak kunjung datang, padahal ia sudah membayarkan uang yang diminta hingga Rp29 juta. Sedangkan, Dihan mengeluarkan uang Rp33 juta.
Ditambahkannya, selain dirinya dan Dihan, masih ada nelayan lain yang juga dimintai uang kades tersebut dengan janji mendapatkan bantuan perahu dari anggaran Pokok Pikiran (Pokir) salah seorang anggota DPRD Kabupaten Sukabumi, Andri Hidayana.
Selanjutnya, Kades Mandrajaya pun mempertemukan kedua nelayan tersebut dengan Andri Hidayana. Baca selengkapnya: Nelayan Ciemas Sukabumi rugi Rp62 juta, iming-iming bantuan perahu oleh kades dan anggota DPRD