sukabumiheadline.com – Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengirim remaja dan pelajaran nakal ke barak militer, menuai pro kontra. Padahal, Dukungan terhadap program ini datang dari semua bupati dan wali kota di Jawa Barat.
Untuk informasi, Jawa Barat dengan populasi remaja usia 10-19 tahun menjadi yang terbesar di Indonesia, yaitu mencapai 8,1 juta jiwa dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bogor sebagai yang terbanyak.
Sebelumnya, Dedi Mulyadi menjelaskan, meski dibawa ke barak militer, dia memastikan para siswa tetap melaksanakan proses belajar mengajar secara normal dan didampingi oleh guru dari sekolah asal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Anak-anak yang akan dibina adalah anak-anak dengan kenakalan akut yang mengarah ke kriminal,” kata Dedi Mulyadi.
Menurut Dedi Mulyadi, program tersebut sebagai langkah pembinaan karakter dan upaya mengurangi kenakalan remaja di wilayah Jawa Barat.
Seperti diketahui, tahap pertama program tersebut mulai dijalankan di Kabupaten Purwakarta. Bupati Purwakarta Saepul Bahri Binzein untuk tahap awal mengirim 40 pelajar nakal ke Resimen Armed 2, Ciwangi, Kecamatan Bungursari.
Tak hanya yang terlibat tawuran pelajar, siswa yang kecanduan bermain game juga bakal dikirim ke barak militer.
Bupati Cianjur Mohammad Wahyu Ferdian, Jumat (2/5/2025), mengatakan siswa nakal dan kecanduan game akan mendapatkan pembinaan dan pendidikan bela negara.
Program pembinaan terhadap para siswa nakal tersebut, sambung dia, merupakan tindak lanjut dari arahan Dedi Mulyadi, dengan tujuan dapat mewujudkan dampak yang baik bagi dunia pendidikan.
“Iya kami tadi sudah MoU dengan Kodim 0608/Cianjur dan Raider Cianjur, untuk menjalankan program pembinaan bagi siswa yang nakal,” ujarnya kepada wartawan.
Didukung Panglima TNI ditolak Komnas HAM
Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menilai program Gubernur Jawa Barat mengirim siswa bermasalah ke barak militer tidak perlu diributkan secara berlebihan.
Panglima mengingatkan negara-negara maju menerapkan kebijakan serupa bahkan diharuskan mengikuti wajib militer. Agus mengatakan pendidikan disiplin di barak militer bukan hal yang baru dan mengingatkan jika negara-negara maju juga menerapkan kebijakan serupa.
Nantinya materi pelatihan akan disesuaikan seperti melatih disiplin hingga memanfaatkan waktu secara efisien.
Sedangkan, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (Kornas P2G) Satriawan Salim mengkritik Dedi Mulyadi terkait pendekatan pendidikan militer bagi anak-anak yang melakukan tindakan kenakalan atau tindak pidana.
Menurut Satriawan, pendekatan yang diusulkan Dedi bersifat instan dan hanya menyentuh aspek hilir dari persoalan, tanpa menyentuh bahkan mengabaikan akar permasalahannya.
“Kami melihat ada indikasi bahwa Pak Dedi ingin menggunakan cara-cara instan yang sifatnya temporer. Ini hanya menyentuh persoalan di hilir, seperti anak nakal, anak melakukan tindakan pidana, kekerasan, geng motor, hingga perkelahian massal. Padahal ini sudah masuk ke ranah pidana,” ujar Satriawan, Rabu (30/4/2025).
Senada Kornas P2G, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Dedi Mulyadi meninjau kembali program mengirim anak nakal ke barak militer.
Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, mengatakan bahwa kebijakan itu harus dievaluasi karena edukasi untuk kalangan sipil bukan kewenangan dari lembaga militer.
“Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan civil education. Mungkin perlu ditinjau kembali rencana itu,” kata Atnike, Jumat (2/5/2025).
Ia juga menyayangkan jika anak-anak nakal dibawa ke barak TNI karena bentuk penghukuman. Menurut dia, penghukuman anak nakal ke barak TNI adalah bentuk yang keliru.
“Iya dong (keliru), itu proses di luar hukum kalau tidak berdasarkan hukum pidana anak di bawah umur,” ucapnya.