sukabumiheadline.com – Tan Boen Soan (Hanzi: 陈文宣; Pinyin: Chén Wénxuān; 25 Juni 1905 – 12 Agustus 1952) dulu adalah seorang penulis dan jurnalis berlatar belakang Tionghoa Indonesia di Sukabumi, Jawa Barat.
Ia adalah penulis dari Koetoekannja Boenga Srigading (1933), Bergerak (1935), Digdaja (1935), dan Tjoban (1936). Ia kemudian menilis untuk Sunday Courier di Jakarta.
Meskipun namanya tergolong populer ketika itu, namun redaksi tidak menemukan dokumentasi foto diri Tan Boen Soan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan penelusuran sukabumiheadline.com, Tan Boen Soan merupakan wartawan, penulis novel sekaligus produser film pertama asal Sukabumi yang tercatat dalam sejarah.
Biodata Tan Boen Soan
Tan Boen Soan lahir pada 25 Juni 1905 di Sukabumi, Jawa Barat, dan meninggal dunia di usia 47 tahun, atau pada 12 Agustus 1952.
Ia aktif bekerja sebagai penulis dan jurnalis mulai usia 15 tahun, atau sejak 1920-an hingga wafat pada 1952.
Mengenal Tan Boen Soan
Dalam artikel ini, nama keluarganya adalah Tan (Chen).
Tan bersekolah di HCS Sukabumi. Selain bersekolah, ia juga aktif di organisasi Chung Hsioh.
Untuk informasi, HCS adalah kepanjangan dari Hollandsch-Chineesche School (Sekolah Belanda-Tionghoa), merupakan sekolah yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda di Indonesia khususnya untuk anak-anak keturunan Tionghoa di Hindia Belanda saat itu.
Sekolah-sekolah ini pertama kali didirikan di Jakarta pada 1908, terutama untuk menandingi sekolah-sekolah berbahasa Mandarin yang didirikan oleh Tiong Hoa Hwee Koan sejak 1901 dan yang menarik banyak peminat.
HCS Sukabumi saat ini telah berubah menjadi gedung SMA Negeri 4 Kota Sukabumi yang terletak di Jl. Ir. H. Juanda No.8, Kelurahan/Kecamatan Cikole.
Ia kemudian bersekolah di Koningin Wilhelminaschool di Batavia (kini Jakarta). Setelah lulus, ia sempat bekerja di Staatsspoorwegen di Jakarta, sebelum kemudian kembali ke Sukabumi dan menulis artikel untuk koran Sin Po dan Perniagaan.
Pada 1920, Tan menjadi anggota dewan editorial dari Sin Bin di Bandung. Ia tetap bekerja di sana hingga koran tersebut tutup. Ia lalu pindah bekerja di Keng Po.
Menjadi Produser Film
Kemudian pada 1928, ia memproduksi adaptasi dari novel Setangan Berloemoer Darah karya Tjoe Hong Bok. Film bisu yang dibuat dalam format hitam putih tersebut pun menjadi adaptasi novel kedua di Hindia Belanda.
Selama dekade 1930-an, Tan memimpin sejumlah koran, seperti Warna Warta (1931–32), Asia asal Sukabumi, dan Soeara Semarang asal Semarang. Pada dekade 1930-an juga, ia menerbitkan sejumlah novel di majalah sastra Tjerita Roman dan Penghidoepan, seperti Koetoekannja Boenga Srigading (1933), Bergerak (1935), Digdaja (1935), Kembang Latar (1937), dan Tjoban (1936).
Novel Oewang karya Tan tahun 1935 mengkritik kecenderungan komunitas Tionghoa di Hindia Belanda yang terlalu berorientasi pada uang.
Novel karya Tan yang lain, yakni Bwee Ha (1940), memperingatkan resiko dari menolak tradisi dan “tatanan alam”.
Namun, ia juga melihat bahaya dari terlalu patuh pada tradisi, dan novelnya yang berjudul Lelatoe Anaknja Api (1933) mendorong agar janda diperbolehkan untuk kembali menikah – sesuatu yang dilarang pada saat itu.
Tema nasionalis Tionghoa, kemungkinan sebagai bentuk protes terhadap pendudukan Jepang di Jehol pada 1933, juga dapat dilihat di novel Pendekar Merah (1935).
Novel karya Tan tahun 1935, Bergerak, fokus pada peran wanita dalam gerakan sosial. Novel tersebut kemudian diterbitkan kembali pada tahun 2002 sebagai bagian dari volume keenam dari seri antologi Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia.
Ketika Sukarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, dan kemudian Indonesia diakui oleh Belanda pada tahun 1949.
Pada periode tersebut, Tan memimpin Sin Min di Semarang. Ia juga menulis untuk Sedar dan Sunday Courier di Jakarta.
Pada tahun 1951, Tan dituduh sebagai anggota dari “Barisan Tjitaroem”, yang dianggap sebagai kelompok subversif oleh pemerintah Indonesia. Ia kemudian dipenjara dan disiksa sebelum dibebaskan.
Tan akhirnya meninggal pada tanggal 12 Agustus 1952.