20.2 C
Sukabumi
Minggu, September 8, 2024

Tiga pria asal Kabandungan dan Kalapanunggal Sukabumi curi 17 unit motor dalam 2 bulan

sukabumiheadline.com - Tiga dari empat anggota komplotan...

Bukan Kampung Adat, Ternyata Ada Kampung di Hutan Belantara Sukabumi Dihuni Warga yang Nekad

sukabumiheadline.com - Siapa sangka ternyata ada sejumlah penduduk...

Anak petani asal Parakansalak Sukabumi sumringah, motor yang dicuri akhirnya kembali

sukabumiheadline.com - Wajah Fajar Maulana (24) tampak...

Kisah hidup Raden Said Soekanto, Pahlawan Nasional yang menamatkan pendidikan di Sukabumi

KhazanahKisah hidup Raden Said Soekanto, Pahlawan Nasional yang menamatkan pendidikan di Sukabumi

sukabumiheadline.com – Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo adalah model polisi yang memimpin kepolisian sejak awal berdirinya Negara RI hingga menjelang masuk ke sistem pemerintahan demokrasi terpimpin.

Jenderal Polisi (Purn) Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo, lahir di Bogor, Jawa Barat pada 7 Juni  1908, dan wafat di Jakarta, 24  Agustus 1993. Jasadnya dimakamkan di Tempat Pemakaman Tanah Kusir, Jakarta Selatan.

Raden Said merupakan buah hati dari pasangan R. Martomihardjo asal Purworejo, Jawa Tengah. Sedangkan, ibunya seorang wanita Sunda bernama Kasmirah asal Ciawi, Kabupaten Bogor.

Ia menikah dengan Bua’ Hadidjah Lena Mokoginta, pada 1932.

Baca Juga: Sukabumi dan Dua Kota Kecil di Jawa Barat Jadi Tempat Pelatihan TNI dan Polri

Menamatkan pendidikan kepolisian di Sukabumi 

Soekanto termasuk sebagian kecil dari kaum pribumi yang memperoleh pendidikan Barat yang hanya terbuka bagi kalangan priyayi. Kondisi sosial tersebut memudahkannya dapat mengenyam pendidikan, seperti di Frobel School (Taman Kanak-kanak), ELS, HBS, dan RHS.

Pendidikan Belanda yang dialaminya telah memberikan pengaruh penting terhadap proses kultural dalam peningkatan intelektualitas dan disiplin dalam dirinya, yang telah ditanamkan keluarga.

Walaupun demikian, pendidikan Barat tersebut tidak menjadikan Soekanto terpengaruh oleh budaya Belanda. Pertahanannya dalam memegang teguh jati dirinya terlihat sejak sekolah di ELS Bogor.

Ketika itu Soekanto menolak diberi nama Belanda sebagai kebanggaan kalangan kaum pribumi yang mendapat pendidikan dan pengasuhan orang-orang Belanda. Penolakan ini atas nasihat yang diberikan ayahnya untuk tidak mengganti nama Soekanto dengan panggilan nama Belanda. Penolakan Soekanto terhadap pemberian nama Belanda terulang kembali ketika tinggal di asrama HBS, Bandung.

Waktu kuliah di RHS tahun 1928, Soekanto berkenalan dengan tokoh-tokoh pergerakan, seperti Mr. Sartono dan Iwa Kusumasumantri. Mereka saling berdiskusi tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Soekanto juga meminta pendapat mereka ketika harus meninggalkan kuliah di RHS dan berencana masuk Comissarisen Cursus, lembaga pendidikan tinggi kepolisian yang memberi kesempatan kepada anak-anak pejabat pribumi yang terpilih. Dia terpaksa meninggalkan RHS karena kondisi perekonomian ayahnya yang telah pensiun dari jabatan Wedana Tangerang.

Mengabdi tiada henti 

Pada 1928, Raden Said aktif dalam pergerakan kepanduan bangsa Indonesia Jong Java dan melibatkan diri dalam Perguruan Rakyat Bogor dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kemudian pada 1930, Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo mengikuti pendidikan kepolisian berupa Aspirant Commissaris van Politie di Kota Sukabumi, Jawa Barat, kini bernama Sekolah Pembentukan Perwira atau Setukpa Polri. Baca lengkap: Sejarah Hari Bhayangkara 1 Juli dan Mengenal 5 Periode Setukpa Polri Sukabumi

Siswa Setukpa Polri Sukabumi. l Istimewa
Siswa Setukpa Polri Sukabumi. l Istimewa

Raden Said diterima sebagai siswa Aspirant Commisaris van Politie dengan lama pendidikan tiga tahun. Soekanto lulus pada tahun 1933 dan mendapat pangkat Komisaris Polisi kelas III. Sejak itu dimulailah karier Soekanto di kepolisian.

Raden Said merupakan satu-satunya Komisaris Polisi yang mencapai puncak karier sebagai Kepala Kepolisian Negara RI pertama.

Pada tahun 1942 menjabat sebagai Komisaris Tingkat I di kantor Shucokan Jakarta dengan pangkat Itto Keishi sebagai bentuk kerja sama dengan Komandan Kompetai untuk kemakmuran bersama Asia Timur Raya.

Pada masa kemerdekaan dan revolusi fisik (17 Agustus 1945 – 30 November 1949), ia menjabat Kepala Kepolisian Negara (KKN) -kini Kapolri- pertama (29 September 1945 – 15 Desember 1959). Baca lengkap: Daftar Nama Pejabat Kapolri dari Masa Penjajahan hingga Saat Ini

Ia kemudian mengemban amanat Presiden Soekarno agar membentuk polisi nasional dengan gagasan Struktur polisi Negara, watak polisi Negara dan falsafah hidup polisi Negara.

Selama menjabat KKN, Raden Said dikenal tegas dan profesional. Nasionalismenya tidak diragukan lagi, salah satunya adalah pernah menolak tawaran tentara sekutu agar Polisi Negara masuk civil police.

Ia juga memerintahkan anggota-anggota polisi untuk mengawal Presiden dan Wakil Presiden RI pada saat hijrah dari Jakarta ke Yogyakarta.

Selanjutnya, dengan berbekal Surat Kuasa Wakil Presiden Mohamad Hatta, Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo meninjau dan mempelajari bentuk, susunan dan perlengkapan kepolisian serta tugas-tugas diplomasi dalam rangka merebut simpati dunia internasional kepada Indonesia di Amerika dan Negara-negara lain yang dianggap berguna bagi pembangunan Kepolisian Negara RI.

Pernah suatu ketika, pada saat berada di Bangkok, Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo mendengar terjadinya Pemberontakan PKI pada tanggal 18 September 1948 di Madiun yang dipimpin oleh Muso, namun ia tetap melanjutkan tugas sesuai perintah dari Mohamad Hatta.

Sikap profesional itulah yang kemudian ia dipercaya oleh Bung Hatta, pada 25 September 1949, untuk kembali ke Indonesia dengan membawa dokumen-dokumen guna bermusyawarah dengan Presiden Soekarno yang baru kembali dari pembuangan di Bangka dan sudah berada di Yogjakarta.

Selanjutnya Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo kembali ke Den Haag Belanda untuk bergabung dengan delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Bung Hatta untuk melakukan Konferensi Meja Bundar yang berlangsung sejak 23 Agustus 1949 – 2 November 1949.

Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo kembali ke Indonesia pada 11 Desember 1949. Selanjutnya pada 16 Desember 1949, ia kembali menjabat Kepala Kepolisian Negara dari R. Soemarto.

Membangun kepolisian Indonesia yang profesional 

Karya agungnya adalah meletakkan dasar-dasar kepolisian nasional yang kokoh selama masa kepemimpinannya. Raden Said adalah seorang pemimpin yang mempunyai pandangan yang jauh ke depan.

Sejak pengangkatannya sebagai Kepala Kepolisian Negara, ia senantiasa berusaha membangun korps kepolisian yang bersifat nasional sebagai bagian dari susunan ketatanegaraan Indonesia.

Raden Said telah menjalankan tugas sebagai Kepala Kepolisian Negara yang dapat menjaga Kamtibmas, dan menegakkan hukum serta merupakan pejuang kemerdekaan yang menggerakkan seluruh anggota Kepolisian Negara untuk berperang melawan penjajah yang akan kembali menguasai Indonesia dengan menegaskan bahwa anggota Polisi adalah kombatan yang ikut berperang melawan penjajah.

Pemikiran dan tindakan Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo dalam meletakkan fundamen struktur, watak, falsafah sebagai bangunan “kepolisian nasional” yang dibutuhkan bagi sebuah Negara merdeka dan berdaulat di tengah ancaman terhadap integritas Republik Indonesia di masa revolusi, perang dan pergolakan internal dalam negeri merupakan remember history.

Kehadirannya telah membawa warna dan pengaruh yang harus diingat dan dicatat sebagai bagian dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia.

Raden Said ditetapkan sebagai Bapak Kepolisian Negara RI pada tanggal 14 Februari 2001 oleh Presiden Abdurrahman Wahid. Sesuai UU No. 20 Tahun 2009, tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Pasal 25 dan Pasal 26.

Kemudian Gelar Pahlawan Nasional dianugerahkan kepadanya oleh Presiden Joko Widodo pada 10 November 2020 lalu, bertepatan dengan Hari Pahlawan. Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional didasari atas Keputusan Presiden (Keppres) RI No. 117 TK Tahun 2020 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.

Membenahi Kepolisian Negara RI 

Sejumlah pembenahan dan pembangunan postur lembaga kepolisian, Raden Said antara lain:

  1. Membenahi pendidikan dan menggagas Akademi Polisi Mertoyudan (17 Juni 1946).
  2. Membentuk Pengawasan Aliran Masyarakat (PAM).
  3. Membentuk Mobile Brigade sebagai bagian dari Kepala Kepolisian Negara.
  4. Mengemban Misi Pemerintah ke Luar Negeri dan Anggota delegasi Konferensi Meja Bundar (1948 – 1950).
  5. Pada masa Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950), ia memimpin Kepolisian RIS sejak 11 Januari 1950.
  6. Membentuk Jawatan Kepolisian Indonesia pada Maret 1950.

Tak cukup sampai di situ, pada masa Demokrasi Parlementer (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959), ia membangun Kepolisian Nasional yang professional dan modern, yaitu:

Bidang Operasional:

  1. Mendirikan Polisi Perairan dan Seksi Polisi Udara (Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. Pol. 4/2/3Um tanggal 13 Maret 1951 dan Surat Keputusan Perdana Menteri Nomor 510/P.M./1956 tanggal 5 Desember 1956).
  2. Mendirikan Polisi Perintis (Order KKN No. Po. : 12/3/Sek tanggal 11 Maret 1952).
    Mendirikan Polisi Lalu Lintas (Order KKN No. 22/XVI/1955 tanggal 22 September 1955).
  3. Mendirikan Polisi Kereta Api (SK KKN Nomor 132/PNUK tanggal 26 Agustus 1957).
  4. Membangun Polisi Wanita (Polwan tahun 1948).
  5. Membangun Laboratorium Kriminal (1956).
  6. Mendirikan NCB/Interpol (16 Agustus 1956).
  7. Membentuk staf riset, staf keamanan pusat, dan biro anak-anak (1957).
Siswa Setukpa Polri Sukabumi. l Istimewa
Siswa Setukpa Polri Sukabumi. l Istimewa

Bidang Pembinaan:

  1. Menyusun organisasi Kepolisian Nasional dengan membentuk Komisariat Kepolisian Daerah (PP No. 51/1958 tanggal 25 Oktober 1958 tentang Susunan Kepolisian Negara).
  2. Mendirikan PTIK (1 September 1950)
  3. Mendirikan Sekolah Commandant Reserse (1950)
  4. Mendirikan Sekolah Montir dan Telekomunikasi (1950)
  5. Pendidikan Bintara dan Tamtama (1950)
  6. Pendidikan Inspektur Polisi (1951)
  7. Sekolah Polisi Sukabumi (Juli 1952). Baca lengkap: Sejarah Hari Bhayangkara 1 Juli dan Mengenal 5 Periode Setukpa Polri Sukabumi
  8. Pengiriman anggota Polisi untuk belajar ke luar negeri
  9. Membentuk Dinas Kesejahteraan Jawatan Kepolisian Negara (19 Juni 1953)
  10. Mengikrarkan Tri Brata sebagai pedoman hidup Polri (1 Juli 1959)
  11. Lahirnya Panji-Panji Polri (2 Maret 1955)
  12. Perkembangan Persatuan Pegawai Polisi Republik Indonesia (P3RI) (1951)
  13. Mendirikan Persatuan Istri Polisi (Bhayangkari) pada tanggal 19 Agustus 1949)
  14. Membenahi kesejahteraan anggota Polisi Republik Indonesia (1951).
  15. Operasi Kepolisian dalam rangka menghadapi Pemberontakan: DI/TII (1947 – 1957), Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) tanggal 23 Januari 1950, Pemberontakan Andi Aziz di Sulawesi Selatan (1950), Pemberontakan Republik Maluku Selatan (25 April 1950), Pemberontakan PRRI/Permesta (1956 – 1958)

Operasi Kepolisian:

  1. Kasus-kasus Spionage Jungschlaeger Schmidt
  2. Peristiwa jatuhnya pesawat Cashmir Princess di Laut Cina Selatan (1955)
  3. Pengawalan, pengamanan dan penjagaan KTT Asia Afrika di Bandung (1955)
  4. Penanganan Peristiwa Cikini (1957)

Konten Lainnya

Content TAGS

Konten Populer

×