sukabumiheadline.com – Presiden AS Donald Trump pada hari Senin mengumumkan bahwa Israel dan Iran telah menyetujui gencatan senjata “lengkap dan total” di tengah meningkatnya konflik di Timur Tengah. Gencatan senjata mulai berlaku pada pukul 04.00 GMT hari Selasa, dengan Trump mendesak kedua belah pihak untuk tidak melanggarnya.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz memerintahkan tentaranya pada hari Selasa untuk melancarkan serangan hebat ke Teheran, menuduh Iran melanggar gencatan senjata. Iran membantah klaim tersebut dan berjanji akan memberikan respons tegas terhadap setiap serangan baru serangan.
Pihak berwenang Israel mengatakan sedikitnya 25 orang telah tewas dan ratusan lainnya terluka sejak saat itu dalam serangan rudal Iran. Sementara itu, di Iran, sedikitnya 430 orang telah tewas dan lebih dari 3.500 orang terluka dalam serangan Israel, menurut Kementerian Kesehatan Iran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ekonomi Israel ambruk
Perekonomian Israel menanggung harga yang fantastis usai konflik bersenjata selama 12 hari melawan Iran. Diketahui, biaya perang mencapai ratusan juta Dolar. Harga sepadan untuk Israel sebagai hukuman atas kekalahannya.
Diketahui, Israel menghabiskan sekitar USD5 miliar dalam pekan pertama agresinya terhadap Iran, menurut situs web Financial Express. Sedangkan, jika ditotal, biaya harian perang mencapai USD725 juta, di mana USD593 juta di antaranya digunakan untuk serangan dan USD132 juta untuk pertahanan dan mobilisasi militer.
Dalam laporannya, The Wall Street Journal menulis bahwa biaya harian sistem udara antirudal berkisar antara USD10 juta hingga USD200 juta untuk Israel. Sehingga, menurut Aaron Institute for Economic Policy yang berpusat di Israel, total biaya mencapai lebih dari USD12 miliar dengan asumsi perang berlangsung selama sebulan
Menurut asisten profesor keuangan di Universitas Amerika Palestina, Naser Abdelkarim, kepada Anadolu. Serangan tidak hanya berdampak langsung pada biaya militer Israel tetapi juga aktivitas produksi negara itu. Ia mencatat secara langsung dan tidak langsung, perang tersebut bisa membuat negara Zionis itu harus menanggung kerugian hingga USD20 miliar. Karenanya, Abdelkarim juga memprediksi defisit anggaran Israel akan meningkat hingga 6%.
Di sisi lain, pembayaran kompensasi kepada warga yang terkena dampak akan semakin memperburuk keuangan publik negara itu. Diketahui, jumlah warga Israel yang mengungsi dari rumah mereka pada pekan terakhir perang saja mencapai 60.000 orang, dan baru sekira 36.465 warga pemilik bangunan mengajukan kompensasi.
Diberitakan sukabumiheadline.com sebelumnya, Iran telah menargetkan infrastruktur penting di Tel Aviv dan Haifa, termasuk serangan yang menutup Bazan, kilang minyak terbesar Israel, yang menyebabkan kerugian harian sekitar USD3 juta.
Lebih jauh, Abdelkarim mengatakan bahwa pemerintah Israel sedang mempertimbangkan salah satu dari tiga langkah strategis untuk menutupi defisit anggaran yang semakin melebar, yakni memangkas belanja publik untuk kesehatan dan pendidikan.
Kemudian, menaikkan pajak, atau menggunakan pinjaman, yang dapat meningkatkan rasio utang publik terhadap pendapatan nasional hingga lebih dari 75%.
Sementara itu, Kementerian Keuangan Israel mengungkapkan sumber daya keuangan saat ini menipis dengan cepat, dan meminta USD857 juta untuk ditransfer ke Kementerian Pertahanan. Hal itu membuat pemotongan USD200 juta dari kementerian kesehatan, pendidikan, dan layanan sosial.
Menurut laporan surat kabar keuangan Israel Globes, sebagian besar dana tersebut akan digunakan untuk menutupi biaya personel militer, karena sebanyak 450.000 prajurit cadangan dipanggil untuk bertugas.
Tak hanya itu, kurs Shekel Israel terhadap Dolar AS turun menjadi 3,7 setelah perang dimulai, tetapi pulih menjadi 3,5. Abdelkarim mencatat pelemahan Dolar dan transaksi spekulatif juga efektif dalam pemulihan kecil ini.
Konflik dengan Iran juga membuat pertumbuhan Israel melambat, pengangguran meningkat, dan tingkat kemiskinan dapat meningkat.
Pemicu lain yang membuat ekonomi Israel ambruk adalah penutupan Bandara Ben Gurion, karena terpaksa harus menghentikan operasinya sebagai tanggapan atas serangan balasan Iran. Bandara tersebut biasanya menangani sekitar 300 penerbangan dan 35.000 penumpang setiap hari dan baru dibuka kembali sebagian pada Ahad untuk tujuan repatriasi.
Gangguan ini dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang lebih besar. Penghentian sementara bandara terbesar di negara itu bertepatan dengan maskapai nasional Israel, El Al, yang menangguhkan penerbangan dan mengalihkan pesawat, untuk mencegah ancaman menjadi sasaran.
Sebuah penerbangan ke Paris dialihkan dalam perjalanan dan mendarat di Administrasi Siprus Yunani, dan satu penerbangan ke Bangkok terpaksa mendarat di Roma.
Ditambah lagi pasar keuangan juga menderita akibat meningkatnya ketegangan militer, seperti kasus rudal Iran yang baru-baru ini menghantam bursa berlian Israel, sektor yang mewakili sekitar 8% dari total ekspor Israel.
Menurut analisis Institut Berlian Israel, serangan tersebut memicu kekhawatiran di Bursa Efek Tel Aviv. Pukulan terhadap saham tersebut menyebabkan kepanikan di kalangan investor, yang menyebabkan aksi jual dan mempercepat penurunan pasar, yang pada gilirannya membahayakan stabilitas ekonomi dalam jangka pendek.
Biaya operasional pembangunan ini sendiri diperkirakan mencapai sekitar USD6 juta.