sukabumiheadline.com – Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi menolak wacana penggabungan 9 kecamatan ke Kota Sukabumi. Anggota Komisi IV Uden Abdunn Natsir menegaskan pentingnya kajian yang matang sebelum wacana pemekaran atau penggabungan wilayah diputuskan.
Seperti diketahui, di tengah wacana pemekaran wilayah di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Sukabumi Utara (KSU), muncul gagasan rencana penggabungan sejumlah kecamatan dari kabupaten ke Kota Sukabumi.
“Saya pribadi lebih setuju pemekaran. Kabupaten Sukabumi Utara, misalnya, bisa jadi kabupaten sendiri. Tapi kalau wacana penggabungan ke Kota Sukabumi? Saya belum sepakat,” kata Uden dikutip Sabtu (18/10/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Untuk informasi, isu penggai semula berkembang di ruang diskusi publik. Namun, kini mulai merambat ke ranah politik dan pemerintahan.
Menurut Uden, isu ini tak bisa dipandang sebagai sekadar penataan administratif. Dikatakan Uden, keputusan memekarkan atau menggabungkan wilayah dengan daerah lain menyangkut nasib masyarakat, baik dalam hal pelayanan publik, ekonomi, maupun politik representatif.
Ia menilai, pemekaran KSU justru membuka peluang percepatan pembangunan, terutama di wilayah utara yang selama ini dianggap masih tertinggal dalam pelayanan infrastruktur dan pemerintahan.
“Kalau jadi kabupaten sendiri, pelayanan akan lebih dekat, koordinasi antarinstansi juga lebih cepat. Itu bisa mempercepat pemerataan,” ujarnya.
Karenanya, Uden menolak gagasan sebagian wilayah kabupaten harus diserahkan ke kota. Menurutnya, kapasitas pemerintahan Kota Sukabumi saat ini masih terbatas, baik dari sisi anggaran, tata kelola, maupun pelayanan publik.
“Menambah sembilan kecamatan bukan memperkuat, malah bisa membebani. Kota Sukabumi masih punya pekerjaan rumah sendiri, jangan sampai justru jadi beban baru,” katanya.
Selain persoalan administratif, Uden menyoroti dampak ekonomi yang muncul dari rencana penggabungan wilayah. Salah satu isu paling krusial adalah perbedaan Upah Minimum Regional (UMR) antara Kota dan Kabupaten Sukabumi.
“Buruh di kabupaten tentu khawatir standar upah mereka turun kalau masuk ke kota. Mereka tidak ingin haknya berkurang. Ini suara yang harus kita dengar,” tegasnya.