sukabumiheadline.com – Upaya pemerintah kolonial membuka jalur kereta api ke wilayah pedalaman Jawa Barat dimaksudkan untuk mempermudah mengangkut hasil bumi seperti tebu, karet, kina, teh maupun kopi.
Hal itu lah yang mendorong pemerintahan kolonial Belanda gencar melakukan pembukaan jalur-jalur kereta api baru di pulau Jawa salah satunya di tanah Pasundan, pada paruh kedua abad ke-19.
Nantinya hasil bumi tersebut akan dikirimkan ke ibu kota, Batavia (sekarang Jakarta) yang sudah terhubung dengan jalur kereta api dari Buitenzorg (Bogor) sejak 31 Januari 1873.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Baca Juga: Stasiun KA Sukabumi akan direlokasi ke Cibeureum, terkoneksi dengan terminal bus
Stasiun KA Bogor merupakan stasiun yang saat ini menjadi pusat pemberangkatan dan kedatangan kereta api di Kota Bogor, baik KRL maupun kereta lokal. Selain jalur kereta mengarah ke Jakarta Kota, Stasiun Bogor juga memiliki jalur menuju Sukabumi.
Selain untuk segi ekonomi, adanya jalur kereta juga digunakan untuk keperluan militer dan aksesibilitas daerah yang masih terisolir.
Perusahaan kereta api negara, Staatsspoorwegen (SS), akhirnya memulai pembangunan jalur yang terbagi menjadi tiga tahap, yaitu:
- Buitenzorg (Bogor) – Cicurug, 27 kilometer (pembukaan jalur 5 Oktober 1881)
- Cicurug – Sukabumi, 31 kilometer (21 Maret 1882)
- Sukabumi – Cianjur, 39 kilometer (10 Mei 1883)
Baca Juga: Mengingat peristiwa Cibadak 1914, hoaks pertama di Sukabumi
Saat ini, rencana pembangunan Jalan Tol Cibadak-Pelalabuhanratu sangat didambakan warga di pesisir Selatan Kabupaten Sukabumi tersebut. Kehadiran jalur KA atau jalan tol diyakini akan membuat kawasan wisata itu cepat berkembang.
Namun, jauh sebelum keinginan warga Palabuharatu memiliki jalur KA atau jalan tol menuju kawasan Pantai Selatan Sukabumi itu, ternyata Pemerintah Hindia Belanda sudah memikirkannya sejak ratusan tahun silam.
Stasiun KA Cibadak

Menurut catatan sukabumiheadline.com, dulu Cibadak ini lebih dikenal dengan nama Ciheulang, Scipio yang melewati wilayah ini bersama Letnan Tanujiwa pada 11 Agustus 1867, menyebutnya sebagai Silangh (Ciheulang). Begitupun Gubernur Jendral Abraham Van Riebeeck yang mengunjungi Jogjogan dan Pondok Opo (dua tempat yang masih wilayah Cibadak) menyebutnya sebagai Tzilangh.
Nama Ciheulang kemudian diresmikan sebagai distrik pada 1776. Fakta pembentukan distrik untuk pertamakalinya diperkuat oleh keberadaan kuburan Raden Raksadipraja (1739-1830) demang/wedana Ciheulang pertama di Nagrak.
Pembangunan infrastruktur awal di Cibadak dilakukan sesudah pembelian wilayah ini oleh Engelhardt bersamaan dengan wilayah lainnya oleh Andries De Wilde dan Raffles pada 1813.
Sang pengelola yaitu Andries De Wilde membangun 20 kilometer irigasi yang disalurkan dari Sungai Cikolawing dan Cicatih. Baca selengkapnya: Dulu Bernama Ciheulang, 5 Catatan Sejarah Kota Cibadak Sukabumi Sejak Zaman Purba
Dalam catatan peneliti Pieter Willem Korthals tanggal 2 Juli 1831, wilayah yang dia sebut The Badaks (Cibadak), memiliki irigasi yang dibuat disungai Tjitjati dengan lembah berumput dan kontur yang tajam. Irigasi ini digunakan untuk mengairi perkebunan tanam paksa.
Barulah setelah Stasiun Kereta Api (KA) selesai dibangun, nama Cibadak semakin populer. Sehingga pada 17 Mei 1913 Distrik Ciheulang berubah nama menjadi Distrik Cibadak dan dikenal pada masa awal kemerdekaan sebagai Kawedanaan Cibadak.
Konsesi jalur rel KA Cibadak-Pelalabuhanratu milik RA Eekhout
Menurut Matua Harahap, dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, pada 1890 RA Eekhout memiliki konsesi untuk membangun jalur rel kereta api (listrik atau uap) dari Cibadak ke Pelabuhan Ratoe.
“Pemerintah pusat telah membuat kebijakan baru menutup pelabuhan Wijnkoopsbaai dari segala aktivitas perdagangan pemerintah dan perdagangan luar negeri,” kata peneliti yang juga hobi berkebun itu, Jumat (6/6/2025).
Rencana tersebut menyeruak sehubungan dengan beroperasinya jalur KA ruas Bogor-Bandung via Sukabumi Cianjur.
“RA Eekhout ingin menyelamatkan Wijnkoopsbaai (Palabuharatu) dan terus mengembangkannya,” kata Matua. Baca selengkapnya: Foto-foto sejarah pembangunan jalur Kereta Api Bogor-Sukabumi-Cianjur 1873
Menurut catatan, Palabuharatu (Wijnkoopsbaai) pertama kali dikunjungi oleh orang Eropa sejak 1687, yakni ketika dilakukan ekspedisi yang dipimpin oleh Sersan Scipio yang diawali dari muara Sungai Cimandiri (rivier van Gekrok) menuju pedalaman hingga ke Gunungguruh.
“Dari Gunungguruh, kembali melalui punggung Gunung Salak-Pangrango,” jelas Matua.
Selanjutnya, hingga ke titik singgung terdekat Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane dengan membangun benteng (fort) yang disebut Benteng Padjadjaran. Dari benteng tim ekspedisi kembali ke Batavia melalui sisi timur Sungai Ciliwung.
Berita Terkait: Kota Produsen Tuak dan Pelabuhan Internasional, Menyingkap Asal-usul Palabuhanratu Sukabumi
Kelak de Wilde (di era pendudukan Inggris (1811-1816) membuka usaha pertanian di sekitar Gunungguruh (Cikole, yang menjadi cikal bakal Kota Sukabumi). Baca selengkapnya: Hari ini, 111 tahun silam Kota Sukabumi didirikan untuk tempat tinggal warga Belanda
Saat ini, Ibu Kota Kabupaten Sukabumi telah dipindahkan dari Kota Sukabumi ke Palabuharatu. Jika Kota Sukabumi diawali oleh de Wilde maka Palabuharatu ingin direvitalisasi oleh RA Eekhout.
“Namun gagasan Eekhout ditolak banyak pihak,” pungkas peneliti yang juga hobi menonton sepak bola itu tanpa menyebut alasan kenapa ide tersebut ditolak.