sukabumiheadline.com – Kasus jual beli program Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Kabupaten Sukabumi, yang diduga melibatkan seorang kepala desa (Kades), dan dua orang nelayan di Desa Mandrajaya, Kecamatan Ciemas, dinilai sebagai tragedi kemanusiaan.
Dalam kasus tersebut terungkap bahwa dua nelayan Ciemas, Dihan dan Nuryaman, bahkan sampai menjual sawah untuk mendapatkan program Pokir berupa bantuan perahu untuk nelayan.
Menurut salah seorang Kuasa Hukum Dihan dan Nuryaman, Efri Darlin M Dachi, kedua kliennya tersebut sudah menyetorkan uang sebesar Rp29 juta dan Rp33 juta melalui Kades Mandrajaya, di mana uang tersebut diperoleh kliennya dengan cara menjual sawah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dari hasil menjual sawah. Sebagian minjem ke saudaranya tapi sudah dikembalikan oleh salah satu nelayan, uang hasil jual padi, gadai sawah dan minjem,” kata Dachi kepada sukabumiheadline.com, Rabu (11/6/2025).
“Oknum kades dikorbankan, kalau begini mah. Tinggal kadesnya buka suara ke publik, aliran uangnya yang buat perahu masuknya ke dewan (anggota DPRD) yang mana,” lanjut dia.
Sementara itu, sumber lain yang menolak disebutkan namanya, mengungkap bahwa sumber dana dari kedua nelayan tersebut, berasal dari hasil menjual sawah, gabah hingga pinjam ke tetangga dan orang tua.
“Yang saya tahu, kalau Dihan, dari hasil menjual sawah milik ibunya. Mereka juga menjual gabah dan sampai pinjam ke tetangga dan keluarga, karena sangat membutuhkan perahu,” ujar sumber tersebut.
Diberitakan sukabumiheadline.com sebelumnya, karena bantuan perahu tidak kunjung turun, akhirnya Dihan dan Nuryaman memutuskan membuat laporan ke Satreskrim Polres Sukabumi, pada Rabu (4/6/2025)
Pelaporan kepada pihak kepolisian oleh Nuryaman dan Dihan, mengungkap fakta yang lazim diketahui publik tentang jual beli Pokir DPRD Kabupaten Sukabumi.
Kades Mandrajaya, Aj menyebutkan, seperti disampaikan Efri Darlin M Dachi bahwa Pokir tersebut merupakan program dari anggota DPRD Kabupaten Sukabumi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Haji Andri (Hidayana – red).
Tragedi kemanusiaan
Sementara itu, Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Sukabumi, Rozak Daud, menyebut jual beli Pokir anggota legislatif ataupun eksekutif di Kabupaten Sukabumi sudah diketahui publik. Bahkan, sudah dianggap lumrah.
“Praktik jual beli Pokir atau program kepada penerima manfaat oleh pejabat baik eksekutif maupun yudikatif selama ini sudah menjadi rahasia umum dan dianggap lumrah publik Kabupaten Sukabumi,” kata Rozak Daud kepada sukabumiheadline.com, Selasa (10/6/2025).
“Fenomena ini menunjukkan kita bahwa jabatan itu bisa dikapitalisasi dengan sistem barter, ini program nya, kalau mau ditukar dengan uang,” papar Rozak.
“Kita yang mendengarnya pun malu, masa program untuk masyarakat kecil (nelayan) sampai dibarter dengan Rupiah, apalagi ini tidak terealisasi. Untuk perahu kebutuhan dasar alat produksi nelayan saja seperti ini, apalagi yang bersifat infastruktur,” sesal Rozak.
Lebih jauh, Rozak meminta pihak kepolisian merespons cepat aduan tersebut. Ia juga menyebut kasus ini sebagai tragedi yang menodai nilai-nilai kemanusiaan.
“Polisi harus merespons cepat aduan masyarakat ini untuk menjadi pelajaran bagi semua. Ini bukan soal nilai uangnya tetapi menodai nilai-nilai kemanusiaan,” harapnya.
“Ini kan nelayan untuk mendapatkan hak dasarnya yaitu perahu dari pemerintah, harus menggunakan uang, tetapi kemudian haknya itu tidak didapatkan. Ini bukan sekedar dugaan penipuan, tetapi lebih dari itu yaitu tragedi kemanusiaan,” tegas Rozak.
Rozak menambahkan, apa yang dialami oleh Dihan dan Nuryaman memiliki pola sama dengan kasus bantuan traktor untuk petani yang sempat mencuat beberapa waktu lalu.
Diintimidasi setelah membuat laporan polisi
Sementara itu, tepat satu hari setelah membuat laporan polisi, pada Jumat (5/6)2925), menurut Dachi, kliennya dijemput dari rumahnya untuk dibawa ke kediaman orang tua dari Kades Mandrajaya.
“Setelah kami laporkan, dua klien kami ini dijemput paksa dari rumah dan ada yang dicegat dijalan, lalu dibawa ke rumah orang tua Kepala Desa,” jelas Dachi, Jumat (6/6/2025).
Selanjutnya, keduanya dipaksa membuat surat pernyataan akan mencabut laporan polisi dan menyelesaikan masalah tersebut secara kekeluargaan.
“Di situ klien kami diancam akan dilaporkan balik atas dugaan pencemaran nama baik kalau laporan tidak dicabut,” ungkapnya. Baca selengkapnya: Kasus Pokir perahu untuk nelayan Ciemas Sukabumi, SPI wanti-wanti anggota DPRD ini
Diberitakan sebelumnya, kedua nelayan itu diduga ditipu oleh kades. Kasusnya berawal ketika mereka ditawari kades mendapat bantuan perahu. Namun, Nuryaman dan Dihan diminta membayar puluhan juta Rupiah.
Namun, dijelaskan Nuryaman, sampai saat ini bantuan perahu yang dijanjikan kades tersebut tidak kunjung datang, padahal ia sudah membayarkan uang yang diminta hingga Rp29 juta. Sedangkan, Dihan mengeluarkan uang Rp33 juta.
Selanjutnya, Kades Mandrajaya pun mempertemukan kedua nelayan tersebut dengan Haji Andri (Hidayana – red). Baca selengkapnya: Nelayan Ciemas Sukabumi rugi Rp62 juta, iming-iming bantuan perahu oleh kades dan anggota DPRD