sukabumiheadline.com – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memberikan Kuliah Umum di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Selasa (27/5/2025).
Dedi Mulyadi memaparkan pandangannya sebagai kepala pemerintahan di Jawa Barat dalam konteks budaya Sunda, dihadapan Rektor, Dekan dan sejumlah Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng., IPU.
Kepada Dedi Mulyadi, moderator memberi pertanyaan cara menerapkan tata budaya sunda dalam tata kelola pemerintahan
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sebenarnya kuliah budaya saya sudah tadi sama puisi itu, saya nangis dengar itu. Nangisnya ada dua hal, yang pertama menyampaikan nyambat, nyambat, kata orang sunda, nyambat karuhun,” papar Dedi Mulyadi.
“Ini karuhun menjadi problem sendiri dalam 30 tahun ke belakang,” ungkapnya.
Ketika bicara karuhun, Dedi Mulyadi menjabarkan, selalu digantikan dengan kemusyrikan, kekafiran, keterbelakangan, ketertinggalan.
“Nah, kalau sudah meninggalkan karuhunnya, saya meyakini bangsa tidak akan punya masa depan,” pungkasnya,
Berita Terkait:
- Sah! Prof Heri Hermansyah, pria Sukabumi pertama jadi Rektor Universitas Indonesia
- Dedi Mulyadi: Jawa Barat tanggung jawab UI, rektornya orang Sukabumi keturunan Galuh
Padahal, menurut Dedi, karuhun merupakan nilai masa lalu.
“Manusia itu tidak akan terpisah dengan masa lalu. Maka dia akan memiliki hubungan sampai kapan pun bagi mereka yang ingin meletakkan itu ke dalam kerangka hidupnya,” bebernya.
Indonesia, Dedi Mulyadi menuturkan, adalah nusantara, daerah-daerah wilayah kebudayaan yang berasal dari kerajaan.
“Meletakkan leluhur itu fundamental utama dalam seluruh aktifitas kehidupan,” ungkapnya.
Maka, Dedi Mulyadi mengatakan, memulai dengan kalimat sederhana.
“Mipit kudu amit ngala kudu menta,” tambahnya.
Proses hubungannya, Dedi Mulyadi menilai, perlawanan terhadap filsafat barat.
“Seluruh kebudayaan nusantara mengajarkan bahwa manusia dengan alamnya adalah satu kesatuan sistem, satu kesatuan nilai bagian yang tidak terpisahkan,” jabarnya.
Lebih lanjut Gubernur Jawa Barat menerangkan, seluruh aktifitas hidup ketika berhubungan dengan kepentingan mengambil bagian dari alam, maka meminta dulu.
“Maka, tradisi minta itu membangun tradisi silahturahmi, yaitu tradisi saling mendekatkan,” tandas pria yang populer dipanggil Kang Dedi Mulyadi atau KDM itu.
Profil Rektor Universitas Indonesia, profesor asal Sukabumi

Diberitakan sukabumiheadline.com sebelumnya, Heri Hermansyah menempuh pendidikan pendidikan di Universitas Indonesia (S.T., Prof.) dan Universitas Tohoku, Jepang (M.Eng., Dr.).
Heri Hermansyah lahir pada 18 Januari 1976 di Sukabumi. Usai menyelesaikan pendidikan SMA pada 1994, ia menjalani pendidikan tinggi dalam bidang Teknik Gas dan Petrokimia di UI.
Heri memulai kariernya sebagai staf di sebuah perusahaan perdagangan internasional sebelum kembali ke almamaternya sebagai dosen.
Ia secara resmi menjadi dosen muda di Departemen Teknik Gas dan Petrokimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia per 1 Maret 1999. Baca selengkapnya: Mini biografi Heri Hermansyah: Peneliti BRIN dan Dekan FT UI asal Sukabumi lulusan Tohoku University