sukabumiheadline.com – Kondisi keuangan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh sudah bermasalah sejak awal. Hal itu diungkapkan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan.
Luhut menjelaskan, proyek yang dikerjakan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) itu telah dalam keadaan buruk ketika pertama kali ia tangani.
“Saya sudah bicara dengan China karena saya yang dari awal mengerjakan itu. Saya terima sudah busuk itu barang,” ujar Luhut dalam acara “1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran” di Jakarta, Kamis (16/10/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kondisi itu membuat pemerintah melakukan audit keuangan. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ikut dilibatkan untuk menelusuri masalah keuangan proyek tersebut.
Di sisi lain, Luhut menegaskan utang KCIC kepada China tidak pernah diminta untuk dibayar melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Siapa yang minta APBN? Tak ada yang pernah minta APBN. (Tapi) restrukturisasi,” kata Luhut.
Indonesia dan China telah berunding soal restrukturisasi utang KCIC. Ia menyebut China sudah sepakat, namun prosesnya masih menunggu terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) tentang pembentukan tim restrukturisasi.
“Kemarin pergantian pemerintah agak terlambat, sekarang tinggal tunggu Keppres supaya timnya bisa berunding. China sudah bersedia kok, enggak ada masalah,” ujarnya.
“Saya bilang waktu ke China tiga bulan lalu, oke, tapi tinggal tunggu Keppres supaya timnya dikerjakan,” tambahnya.
Beban keuangan kereta cepat
Sebelumnya, kondisi keuangan KCIC dilaporkan berada dalam tekanan berat. Pendapatan tiket dari jutaan penumpang Whoosh belum mampu menutup beban keuangan yang besar.
Beban cicilan utang ke China berikut bunga dan biaya operasional tinggi membuat KCIC mencatat kerugian triliunan rupiah.
Meski laporan keuangan KCIC tidak pernah dipublikasikan, kondisi perusahaan bisa dilihat dari laporan PT Kereta Api Indonesia (KAI), salah satu pemegang saham terbesar.
KAI bersama tiga BUMN lain menanggung kerugian Whoosh melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). Dalam laporan keuangan per 30 Juni 2025 (unaudited), PSBI mencatat rugi Rp4,195 triliun sepanjang 2024. Hingga paruh pertama 2025, PSBI sudah merugi Rp1,625 triliun.
Sebagai pemimpin konsorsium, KAI memiliki saham terbesar di PSBI sebesar 58,53 persen. Sisanya dimiliki oleh Wika 33,36 persen, Jasa Marga 7,08 persen, dan PTPN VIII 1,03 persen.
Dengan kepemilikan terbesar, KAI menanggung beban kerugian paling tinggi. Pada semester I-2025, KAI menanggung rugi Rp951,48 miliar. Sementara pada 2024, dari total rugi PSBI Rp4,19 triliun, KAI menanggung Rp2,24 triliun.
Sumber Foto : Tribun News