Kisah Ani Adiwijaya, rahimnya anak-anak Sukabumi hingga jadi dirut BUMN dan menteri

- Redaksi

Selasa, 17 Juni 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Nani Arianti Adiwijaya. l Istimewa

Nani Arianti Adiwijaya. l Istimewa

sukabumiheadline.com – Sosok wanita cantik yang satu ini relatif tidak terlalu populer di kalangan warga Sukabumi, Jawa Barat. Namun, siapa sangka di kemudian hari lahir putra-putri hebat dari rahimnya.

Berdasarkan penelusuran sukabumiheadline.com, tidak banyak data tersedia terkait sosok dengan nama lengkap Nani Arianti Adiwijaya ini.

Namun diceritakan, wanita yang akrab dipanggik Ani Adiwijaya ini kemudian menikah dengan seorang jurnalis senior asal Sukabumi, bernama Gandhi Sukardi, putra dari pejuang kemerdekaan asal kota ini, Didi Sukardi. Baca selengkapnya: Mengenang Gandhi Sukardi, profil wartawan polygoth dan empu epistoholik asal Sukabumi

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Wanita yang Pergi Sebelum Senja

Suatu kala, ketika Kota Sukabumi, Jawa Barat, masih tergolong kota yang dingin dan belum seramai sekarang. Saat itu, delman masih menjadi kendaraan umum, kendaraan yang ditarik oleh kuda dan begitu populer pada masanya.

Situasi jalan di bagian “pecahan keping surga di bumi,” (sebutan untuk Sukabumi-red) masih tertib dan aman, tampak seorang bocah lelaki memilih berjalan kaki dari sekolahnya menuju Rumah Sakit (RS) Syamsudin, SH, Kota Sukabumi, Jawa Barat, atau populer RS Bunut.

Menjelang malam, suasana mulai sepi, pengunjung RS sudah hampir tak ada. Seorang anak SD kelas V, masih berseragam sekolah, berjalan sendirian menyusuri selasar, menuju sebuah kamar perawatan untuk membesuk ibunya yang tengah sakit dan dirawat di salah satu bangsal.

Diceritakan, si anak sama sekali tidak memahami sakit yang diderita ibunya. Namun, demi cintanya kepada ibundanya, sang anak rela berjalan kaki dari sekolah di daerah agak bawah menuju RS yang berada di wilayah atas.

Kehadiran bocah itu hampir setiap malam, membuat para suster memberikan semacam dispensasi anak itu boleh berkunjung agak malam. Padahal, menurut jam besuk, seharusnya pengunjung sudah harus pulang.

Gandhi Sukardi dan Nani Arianti Adiwijaya bersama enam anak laki-laki mereka. l Istimewa
Gandhi Sukardi dan Nani Arianti Adiwijaya bersama enam anak laki-laki mereka – Dok. Pribadi

Ibunya selalu menyambutnya dengan suka cita. Melihat anaknya muncul, ada semburat bahagia di wajah ibunya. Setelah mereka berpelukan sejenak, mereka selalu berdialog. Sebentar saja. Tak ada topik khusus.

“Bagaimana sekolahmu hari ini?” Sebuah pertanyaan rutin yang selalu ditanyakan sang ibu kepada bocah tersebut.

Disebutkan, si ibu tidak pernah mewanti-wanti sang anak harus menjaga diri baik-baik, atau harus giat belajar dan nasehat-nasehat lain. Kendati begitu, dari wajah ibunya, anak itu secara tersirat jelas melihat ibunya memberikan pesan itu.

Kondisi ibunya memang tidak memungkinkan untuk banyak berbicara. Namun, hubungan batin yang kuat antara ibu dan anak membuat keduanya dapat menjalin komunikasi dengan baik tanpa harus melalui kata-kata verbal.

Sekira dua jam di sana, sang anak harus meninggalkan RS, pulang menuju rumahnya dengan berjualan kaki sekira tujuh kilometer.

Tak pernah ada keluh kesah secuil pun keluar dari mulut anak itu. Kecintaan si anak kepada ibunya, membuat tak ada yang berat bagi anak kalau untuk berjumpa dengan ibunya.

Setelah sekitar kurang lebih sebulan peristiwa itu terjadi, ibunya harus dipindahkan ke luar kota untuk mendapat perawatan intensif.

Namun, sejak saat si anak tak pernah lagi berjumpa dengan ibunya karena Sang Pencipta telah memanggil kembali sang ibu dalam usia yang masih relatif muda.

Demikian secuplik kisah dari tulisan Wanita yang Pergi Sebelum Senja yang ditulis salah seorang putranya, Wina Armada Sukardi, jurnalis senior asal Sukabumi yang juga pernah menjadi Anggota Dewan Pers.

Baca Juga :  Mengenang Gatot Taroenamihardja, Jaksa Agung RI pertama tokoh antikorupsi dari Sukabumi

“Wajahnya, dari sudut manapun, cantik nian. Rambutnya yang gelombang ombak dibentuk dengan model apapun, selalu menarik, bahkan dibiarkan dengan natural pun, tak kalah indah. Proposi dan bentuk tubuhnya serasi dan menarik,” kenang Wina.

Ditambahkan Wina, sosok Nani termasuk salah seorang wanita yang berperan merintis hadirnya dunia salon kecantikan di Indonesia.

“Dia, dalam pandangan saya, juga patut disebut dalam catatan lintasan dunia fashion di Indonesia karena pada awal-awal lahir disain dan penataan busana, dia tak sekadar hadir, tapi ikut mengembangkannya,” papar Wina.

“Meski begitu, dia juga tak pernah melupakan urusan dapur. Memasak atau membuat kue. Sebagai wanita, dia mendekati sempurna,” pujinya.

Berita Terkait: Airlangga Hartarto, menteri dan politikus berdarah Sukabumi

Mojang Sunda lahir di Jakarta

Namanya Nani Arianti, ia lahir di Jakarta, pada 1934. Nani adalah anak kedua dari tujuh bersaudara, dari pasangan Mas Adiwijaya dan Raden Sekaringsih.

Mas Adiwijaya bekerja di Bagian Keuangan Kementrian Pengajaran dan Agama (sekarang Kemendikbud Ristek).

Ketika kecil, pancaran kecantikannya sudah menonjol. Selain lincah dia juga dikenal luwes dan berani. Itulah sebabnya sang kakek dan nenek terpincut hatinya kepada cucunya ini.

Sang kakek dan nenek minta izin kepada orang tuanya agar mereka diperbolehkan mengasuh cucunya itu, setidaknya hingga lulus SMP.

Begitulah, belum lagi genap usia dua tahun, akhirnya Nani diboyong kakek neneknya tinggal di Kampung Babakan Tarogong, Desa/Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung.

Nani mendapat curahan kasih sayang dari kakek dan neneknya. Nani tumbuh dan berkembang layaknya remaja lain. Ia selalu ceria dan penuh canda.

Sesuai janji kakek dan neneknya, setelah lulus SMP pada 1950, atau berusia sekira 16 tahun, Nani pun kembali ke Jakarta, ke rumah keluarganya sendiri di Jalan Kencana 58, Guntur, Jakarta Selatan.

Sejak itulah keinginan yang kuat dan bakatnya yang besar sudah mulai terlihat.

Di Jakarta, selain sekolah formal, Nani pun belajar tata rias. Di samping itu ia menghabiskan sebagian waktunya dengan kursus-kursus menjahit pada semua tingkatan, yang kala itu ada di Jakarta. Nani serius menjalani kursus dan pelatihan itu sampai akhirnya dia mencapai tingkat mahir.

Menikah dengan jurnalis asal Sukabumi

Beranjak remaja, Nani berkenalan dengan seorang pemuda yang memiliki kemampuan menguasai banyak bahasa, Gandhi Sukardi yang sudah bekerja sebagai wartawan. Baca lengkap:

Rumah Nani dan Gandhi relatif tidak jauh, pemuda itu tinggal di Jalan Kawi No 4, sehingga keduanya relatif sering bertemu. Sebuah hubungan yang sekaligus menjadi episode baru dalam kisah hidup Nani.

Tak butuh waktu lama bagi keduanya untuk sepakat dan berjanji mengikat cinta yang tumbuh dalam pernikahan. Selanjutnya, sejoli ini hidup bahagia di sebuah rumah kontrakan di Jalan Cilosari 14, Cikini, Menteng.

Kebahagiaannya mencapai hampir paripurna manakala Nani dianugerahkan putra putri yang sehat, enam anak laki-laki dan satu perempuan.

Seiring waktu berjalan, anak-anak mereka mulai tumbuh besar dan disekolahkan di sekolah elite karena kesadaran anak-anak mereka harus mendapatkan pendidikan terbaik.

Kala itu sebagian besar sekolah terbaik masih sekolah Katholik. Maka dimasukanlah anak-anak ke SD Santo Yoesef (Vincencius) di Kramat, dan SMP Kanisius di Cikini.

Baca Juga :  Intip jumlah sekolah, guru dan murid TK, SD, SMP sederajat se-Kabupaten Sukabumi 2025

Namun, sebagian anak lelaki mereka bersekolah di Kota Sukabumi. Wina misalnya, sekolah di Mardi Yuana dan kembali ke Jakarta sekolah di SMP Loyola dan SMA Sumbangsih.

Perintis salon kecantikan di Indonesia

Meskipun kebutuhan hidup semakin meningkat, namun Nani tak mau idealisme wartawan, profesi suaminya tergadaikan. “Dia juga tak mau berkeluh kesah,” bangga Wina mengisahkan ibunya.

Alih-alih banyak menuntut kepada suaminya, Nani lebih memilih memanfaatkan keahliannya hasil kursus untuk mencari penghasilan.

Sejak itulah Nani ikut mengembangkan dunia fashion dan salon kecantikan di Indonesia. Letak rumah yang strategis di kawasan elite Menteng, membuatnya terinspirasi membuka usaha salon kecantikan.

Meskipun usaha salon kecantikan tidak begitu populer saat itu, namun kehadiran usaha yang dirintis Nani justru bak menggugah trend baru di kalangan wanita Jakarta kala itu. Gak ayal, salon kecantikan milik Nani selalu diantri pelanggan.

Lokasi usaha yang strategis, di kawasan di mana banyak terdapat kantor kedutaan besar dan konsulat, membuat banyak istri duta besar negara sahabat mulai terbiasa dengan tradisi datang ke salon. Terlebih saat menjelang Hari Natal dan Tahun Baru.

Tak hanya membuka salon. Nani juga membuka usaha butik, kala itu masih menggunakan istilah modeste dengan menerima pesanan disain busana sekaligus menjahitnya.

Lagi-lagi pelanggan Nani kebanyakan wanita elite kawasan Menteng atau istri para pejabat dan staf kedutaan asing di Jakarta.

Kecantikan, keterampilan, kegigihan serta kasih sayang dan cinta membuat Nani berada dalam lingkungan keluarga yang bahagia dan dinamis.

Nani Meninggal di Usia Muda

Hingga kemudian, tibalah musibah itu menghampiri keluarga Nani dan Gandhi. Sebuah ujian yang bahkan nyaris tak pernah dibayangkan oleh keduanya. Di tengah-tengah kebahagian, Nani terserang penyakit berat.

“Saat itu dunia kedokteran belum dapat mendeteksi penyakitnya apa, tapi mungkin kini termasuk jenis kanker. Entahlah,” kenang Wina.

“Tubuhnya dalam waktu cepat mengalami penurunan fungsi. Jangankan untuk menangani pekerjaan yang masih menumpuk, mengurus anak secara minimalis saja sudah sangat sulit,” imbuhnya.

Dikisahkan Wina, pendapatan keluarga ikut melorot. Sementara Gandhi, pekerjaannya sebagai wartawan hanya dapat cuti dalam waktu singkat. Setelah itu, ia harus kembali dalam rutinitas kewartawanan.

Akhirnya, dengan berat hati, Gandhi harus menitipkan anak-anaknya kepada saudara dan ibunya dan saudara dari Nani. Adapun anak ketiga, Wina Armada Sukardi, dikirim ke Sukabumi untuk tinggal bersama neneknya.

Nani sendiri akhirnya meninggal dunia di RS Bunut, Kota Sukabumi, pada 21 Juli 1970. Nani meninggal dunia dalam usia yang masih sangat muda, 36 tahun. Ia menghempaskan nafas terakhir ketika tidur di samping anak keduanya, Laksamana Sukardi.

Upaya Nani membantu suami dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sungguh sebuah perjuangan yang tidak sia-sia, karena kelak di kemudian hari, anak-anaknya tumbuh dan berkembang hingga sukses menduduki berbagai jabatan penting di Indonesia.

Wina Armada Sukardi, misalnya, memilih berprofesi sebagai wartawan, sekaligus mewarisi keahlian sang ayah, Gandhi Sukardi di dunia jurnalistik.

Kemudian Samudra Sukardi, juga sukses menduduki jabatan mentereng, yakni menjabat Direktur Utama Garuda Indonesia, perusahaan maskapai penerbangan milik pemerintah.

Bahkan salah satu anaknya, Laksamana Sukardi, berhasil menduduki jabatan di legislatif sebagai Anggota DPR RI, hingga kemudian diangkat me jadi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), di era Presiden Megawati Soekarnoputri. Baca lengkap: Profil Laksamana Sukardi, dari ekonom, politikus hingga menteri berdarah Sukabumi

Berita Terkait

5 bupati tertua di Jawa Barat dan profil singkatnya, Sukabumi ke berapa?
Bukan di Sukabumi, Ibu Soed ciptakan lagu Tanah Airku saat ditugaskan Bung Karno ke luar negeri
Cicurug Sukabumi tempo dulu yang terlupakan, penanda navigasi penting masa lampau
Profil Mayjen TNI Kurnia Dewantara asal Sukabumi, anak Babinsa yang dermawan
Mengungkap konsesi jalur rel KA Cibadak-Pelalabuhanratu Sukabumi milik RA Eekhout
Profil dan pemikiran Luki Abdullah, profesor Fapet IPB University asal Sukabumi
Kisah Cecep Abdullah, viral bersihkan masjid di Sukabumi, kini diundang naik haji Raja Salman
5 tokoh nasional yang pernah diasingkan ke Sukabumi, dari wakil presiden hingga ulama besar

Berita Terkait

Selasa, 17 Juni 2025 - 12:41 WIB

Kisah Ani Adiwijaya, rahimnya anak-anak Sukabumi hingga jadi dirut BUMN dan menteri

Senin, 16 Juni 2025 - 19:39 WIB

5 bupati tertua di Jawa Barat dan profil singkatnya, Sukabumi ke berapa?

Minggu, 15 Juni 2025 - 10:00 WIB

Bukan di Sukabumi, Ibu Soed ciptakan lagu Tanah Airku saat ditugaskan Bung Karno ke luar negeri

Jumat, 13 Juni 2025 - 04:12 WIB

Cicurug Sukabumi tempo dulu yang terlupakan, penanda navigasi penting masa lampau

Sabtu, 7 Juni 2025 - 03:18 WIB

Profil Mayjen TNI Kurnia Dewantara asal Sukabumi, anak Babinsa yang dermawan

Berita Terbaru