Mengenang kiprah Wisjnu Mouradhy, jurnalis dan tokoh film nasional asal Sukabumi era 1940

- Redaksi

Sabtu, 29 Maret 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Wisjnu Mouradhy saat menerima penghargaan - Istimewa

Wisjnu Mouradhy saat menerima penghargaan - Istimewa

sukabumiheadline.com – Nama Wisjnu Mouradhy (EYD: Wisynu Mouradhy) jauh melampaui nama-nama artis asal Sukabumi, Jawa Barat. Tidak saja dalam hal karya, tetapi juga ketokohan di dunia seni peran hingga kini belum ada artis asal kota ini yang mampu menyamai prestasinya.

Pada masanya, pria kelahiran 25 Oktober 1921 di Sukabumi, Jawa Barat (Hindia Belanda) ini adalah penulis produktif, aktor sekaligus sutradara sohor pada masanya. Puluhan film pernah ia bintangi hingga berbagai penghargaan berhasil diraih selama berkarier di dunia seni peran Tanah Air.

Wisjnu Mouradhy

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Wisjnu Mouradhy – IstimewaWisjnu Mouradhy menempuh pendidikannya hanya sampai di Mulo kelas 2 karena kerap bermain sandiwara kampung.

Informasi dihimpun sukabumiheadline.com, pada 1939 ia bergabung dengan KNIL Bat, Genie Troepen Pioner Comp (grup sandiwara pasukan KNIL). Meskipun gabung dalam militer, namun Wisjnu tetap aktif bermain sandiwara yang khusus digelar untuk hiburan para anggota militer. Baca selengkapnya: Mini biografi Wisjnu Mouradhy: Film, penghargaan untuk sutradara dan aktor asal Sukabumi lahir 1921

Karier Wisjnu di dunia seni peran 

Wisjnu turut bermain pada sandiwara Warna Delima, di mana Rd Endang, bintang film Wong Brothers, untuk pertama menginjakkan kakinya dalam kesenian.

Dalam kurun Keluar 1942-1944, Wisjnu sempat keluar dari Warna Delima, kemudian bermain bersama sandiwara Bulan Purnama di bawah asuhan Ananta Gaharasjah.

Kemudian pada 1944, Wisjnu memilih merantau ke Banjarmasin, dan bergabung dalam Sandiwara Tokio yang diasuh Aruman. Kesungguhan dirinya dalam berperan telah membuat Wisjnu terpilih sebagai regisseur. Hal ini bukan karena ia pandai memainkan peran semata, tapi juga memiliki kemampuan mengarang cerita.

Beberapa hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berkumandang, Wisjnu kembali ke Pulau Jawa.

Wisjnu kemudian menjadi pemain sandiwara panggung dan penulis cerita di Jakarta. Hingga pada 1947, Wisjnu menjadi regiseur sandiwara radio di Jakarta, dan yang dimainkan adalah cerita gubahannya sendiri berjudul Kurban.

Baca Juga: Kiprah Tan Boen Soan, jurnalis dan penulis novel asal Sukabumi pertama, lahir 1905

Pada 1948 ia turut dengan rombongan Fifi Young Toneel Kunst bersama S. Waldy, Sofia, Rd Endang, dan banyak lagi yang kemudian semuanya menjadi bintang film ternama pada masanya, di bawah pimpinan Njoo Cheong Seng dan Rd. Ariffin.

Hingga setahun kemudian, pria yang juga dikenal dengan nama panggilan Wisjmour dan Ida Roem, ini debut dalam film berjudul Tjitra yang diproduksi pada 1949. Namun, di dunia hiburan selain dikenal sebagai aktor, Wisjnu juga seorang penulis artistik, penulis naskah, dan sutradara film.

Baca Juga:

Meskipun sudah bermain dalam film, namun Wisjnu masih mengikuti rombongan Nippon Eiga sha (Tokyo Gekijo) di Banjarmasin. Kegiatan teater ini masih terus di ikutinya sampai awal 1950-an.

Baca Juga :  Menelisik alasan dibangun dan penampakan Stasiun KA Parungkuda Sukabumi tahun 1900

Tak cukup sampai di situ, Wisjnu juga menjadi pembantu sutradara sambil tetap ikut main dalam banyak film pada 1950-an. Hingga pada 1954, ia debut sebagai sutradara dalam film Jubah Hitam (1954).

Baca Juga: Profil dan Biodata Gary Iskak, Punya Sepupu Artis di Sukabumi 

Di layar putih, Wisjnu terus aktif membintangi banyak judul film, seperti film berjudul Bantam yang diproduksi Tan & Wong sebagai Bijrol, dan Bengawan Solo yang digarap rumah produksi yang sama sebagai peran pembantu.

Selain itu, Wisjnu juga berperan dalam film The Long March atau Darah Dan Doa produksi PERFINI (Bijrol), Sekuntum Bunga Di Tepi Danau (Perusahaan Film Negara atau PFN), Dari Rakyat Untuk Rakyat (PFN), dan Merantjun Sukma (PFN).

Baca Juga:

Sambil aktif sebagai aktor, Wisjnu juga tetap menulis cerita pendek dan sandiwara, dan menyiapkan skenario film berjudul Gadis Mentawai.

Sebagai sineas tergolong muda, Wisjnu Moeradhy juga pernah bekerja di Perusahaan Film Negara (PFN), Seksi Urusan Pegawai. Meskipun demikian, bekerja di kantor menjadikan posisinya itu bertentangan dengan bakat dan cita-citanya sebagai seorang seniman peran.

Wisjnu Mouradhy - Istimewa
Wisjnu Mouradhy bersama kru film – Istimewa

Sebagai bintang film, kemampuan akting Wisjnu disebut melebihi bintang film ternama kala itu, seperti Rd. Endang, T. Djunaedy atau A. Hamid Arief.

Terlebih, Wisjnu sangat gemar memerankan tokoh-tokoh antagonis, detektif, komedi hingga berperan sebagai sosok orang tua yang bijaksana. Namun, ia juga dikenal sebagai Don Juan yang suka tebar pesona.

Baca Juga: Kisah Hidup Reynaldi Iskak, Aktor dan Model Iklan asal Sukabumi Dideportasi dari Indonesia

Dalam film Darah Dan Doa misalnya, Wisjnu memerankan sosok pengkhianat. Ia dinilai sukses karena berhasil membuat penonton sangat benci kepada dirinya.

Lirikan mata seorang Wisjnu sungguh sangat tajam, namun sewaktu-waktu ia dapat mengubah mimiknya menjadi kejam. Intonasi suaranya pun dinilai banyak kalangan sebagai khas suara laki-laki sejati (mannelijk). Hal itu berbeda dengan aktor lainnya, seperti Rd. Endang atau Turino Djunaedy.

Baca Juga:

Kelebihan Wisjnu di bidang seni peran itulah hingga kemudian muncul desakan agar ia keluar dari PFN dan fokus sebagai aktor.

Salah seorang petinggi PFN kemudian mengabarkan bahwa tak lama lagi perusahaan film milik negara itu akan memproduksi dua film baru berjudul Kembali Ke Masjarakat dan Timor Kupang.

Baca Juga: Pertunjukan Teater, Ketika Cicurug Sukabumi Dikepung “Suara-Suara Pabrik”

Baca Juga :  Nganteuran, diplomasi rantang yang semakin dilupakan warga Sukabumi

Namun, hal itu dinilai kritikus dan pengamat film sebagai upaya untuk membunuh bakat dan cita-cita Wisjnu dengan dalih sudah menjadi pegawai PFN.

Di sisi lain, Wisjnu banyak menulis tentang dunia perfilman dan pernah menerbitkan majalah Artis.

Hingga pada 1961, Wisjnu tampil dalam film Tudjuh Pradjurit. Hal itu dinilai kritikus film sebagai awal kembalinya Wisjnu sebagai penulis skenario dan sutradara. Namun, produksi film tersebut tidak begitu lancar mengingat kondisi politik dan ekonomi pada saat itu.

Baca Juga:

Untuk mengisi kreativitas di tengah produksi film yang tengah lesu, Wisjnu mulai beralih menjadi penulis lagu untuk para penyanyi yang bernaung di bawah label Remaco.

Beberapa tahun kemudian, ia kembali ke dunia perfilman dengan menjadi sutradara film berjudul Gara Gara (1973). Tiga tahun kemudian, film Mustika Ibu (1976) mendapat penghargaan dalam FFI 1977 di Jakarta untuk Tata artistik dan Pemain Cilik Terbaik.

Tak berhenti berkarya, pada 1978 Wisjnu menyutradarai film berjudul Tengkorak Hitam. Di dunia film, ia terbilang aktif berkarya hingga 1990.

Baca Juga:

Filmografi Wisjnu Mouradhy

Selama berkarier di dunia peran, sejak 1949, Wisjnu Mouradhy sudah membintangi puluhan judul film. Berikut adalah judul-judul film yang dibintangi Wisjnu:

Tjitra (1949), Bengawan Solo (1949), Bantam (1950), Darah Dan Doa (1950), Sekuntum Bunga Di Tepi Danau (1952), Meratjun Sukma (1953),  Musafir Kelana (1953), Abunawas (1953), dan Senen Raja (1954).

Kemudian, film Kopral Djono (1954), Djubah Hitam (1954), Tak Terduga (1960), Berabe (1960), Tudjuh Pradjurit (1962), Tudjuh Pahlawan (1963), Gara Gara (1973), Permata Bunda (1974), Mustika Ibu (1976), Karate Sabuk Hitam (1977), Tengkorak Hitam (1978), dan Gaya Merayu (1980).

Baca Juga: Dibintangi Aktris asal Sukabumi, Film Berbahasa Sunda Tampil di Berlin

Wisjnu juga membintangi film Tantangan Alam Semesta (1983), Siluman dan Tasbih Sakit (1983), Durjana Pemetik Bunga (1983), Cinta Annisa (1983), Lelaki Sejati (1984), Keris Kalamujeng (1984), Satria (1985), dan Semangat Jantan (1986).

Setelah itu, berperan dalam film Melindas Karang Kapur (1986), Singa Betina (1987), Dendam Di Jumat Kliwon (1987), Satu Cinta Sejuta Rasa (1988), Kecubung Sakti (1988), dan Satria Kapak Tutur Sepuh (1990).


Dilarang republikasi artikel kategori Headline dan Rubrik Headline tanpa seizin Redaksi sukabumiheadline.com

Berita Terkait

Alasan Ruben Onsu mualaf, Shalat Ied bareng Igun dan bangun mushala di Sukabumi
Muslim Sukabumi mau puasa Syawal? Ini tanggal, fadhilah dan panduan lengkapnya
Mengenang Gatot Taroenamihardja, Jaksa Agung RI pertama tokoh antikorupsi dari Sukabumi
Hasil rukyatul hilal di Sukabumi, 1 Syawal 1446 H jatuh pada Senin 31 Maret 2025
Masih binggung? Jangan abaikan aturan qadha dan fidyah bagi yang batal puasa Ramadhan ini
Ramadhan di Masjid Baitul Kurnia Banten, didedikasikan untuk miliarder asal Sukabumi, Wu Lai Tjang
117 tahun silam lahir wanita hebat di Sukabumi, pencipta lagu Tanah Airku
Kisah Ustadz Nurdin Kamil, penyandang tunanetra dari Sukabumi jadi imam di Masjid Gus Dur

Berita Terkait

Senin, 31 Maret 2025 - 21:56 WIB

Alasan Ruben Onsu mualaf, Shalat Ied bareng Igun dan bangun mushala di Sukabumi

Senin, 31 Maret 2025 - 10:00 WIB

Muslim Sukabumi mau puasa Syawal? Ini tanggal, fadhilah dan panduan lengkapnya

Minggu, 30 Maret 2025 - 00:01 WIB

Mengenang Gatot Taroenamihardja, Jaksa Agung RI pertama tokoh antikorupsi dari Sukabumi

Minggu, 30 Maret 2025 - 00:00 WIB

Hasil rukyatul hilal di Sukabumi, 1 Syawal 1446 H jatuh pada Senin 31 Maret 2025

Sabtu, 29 Maret 2025 - 09:00 WIB

Mengenang kiprah Wisjnu Mouradhy, jurnalis dan tokoh film nasional asal Sukabumi era 1940

Berita Terbaru