23.6 C
Sukabumi
Senin, April 29, 2024

Mengenal Ajai Lauw, bos Hotel Regent International Singapura berdarah Sukabumi

sukabumiheadline.com - Tidak banyak yang mengenal sosok...

Tidak ada AQUA, ini perusahaan pendukung Zionis Israel versi PBB

sukabumiheadline.com - Aksi boikot produk Israel masih...

Aktivis Perempuan Sukabumi Dukung Permendikbud 30 yang Dinilai Kontroversial

Gaya hidupAktivis Perempuan Sukabumi Dukung Permendikbud 30 yang Dinilai Kontroversial

SUKABUMIHEADLINES.com l SUKABUMI – Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Makarim Resmi menerbitkan Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi. Permen tersebut mengundang pro kontra dari berbagai pihak karena dinilai melegalkan zina di kampus.

Permendikbudristek tersebut, selain mendapat kontra dari ormas-ormas Islam, seperti Majelis Ulama Indonesia, juga dari kalangan akademisi sendiri.

Sementara yang pro, salah satunya, Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin yang mengatakan, kampus sudah seharusnya menjadi tempat bagi mahasiswa untuk mendapatkan hak atas rasa aman, hal itu sejalan dengan pasal 29 UU No 39 tahun 1999 tentang HAM yang berisi setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan hak miliknya.

Komnas HAM memandang substansi dari Permendikbudristek itu sejalan dengan penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia dan memiliki perspektif keadilan gender yang kuat. PPKS tidak ada pelegalan tindak asusila.

Peneliti The Indonesia Institute Center for Public Policy Research Niasaaul Muthiah mengatakan, tidak ada aturan dalam Permendikbudristek yang menyebutkan pelegalan suka sama suka.

Demikian juga dengan Nur Afni Wulandari (20), seorang aktivis perempuan asal Sukabumi kepada sukabumiheadlines.com mengungkapkan pada Selasa (14/11/21), jika aturan tersebut untuk penyintas korban kekerasan seksual yang jumlahnya tidak sedikit.

“Aturan itu untuk mencegah penyintas kekerasan seksual yang jumlahnya tidak sedikit. Bahkan survey Ditjen Diktiristek pada 2020, menyebut 77 persen dosen menyatakan kekerasan seksual pernah terjadi di kampus, dan 63 persen tidak melaporkan kasus yang diketahuinya kepada pihak kampus. Dan mayoritas korban kekerasan seksual adalah perempuan,” tegas Afni.

Ia menambahkan, 8 dari 10 perempuan Indonesia mengalami pelecehan seksual di ruang publik. Sedangkan persepsi masyarakat selama ini bahwa pelecehan seksual hanya terjadi kepada perempuan yang sedang sendiri, malam hari, di tempat sepi, berbusana mini.

“Data memang menunjukan sebagian besar tindakan pelecehan seksual masih melanda perempuan. Sementara lokasi yang banyak terjadi pelecehan seksual adalah jalan umum, transportasi publik, lalu sekolah dan kampus,” tambah Afni.

“Semua adalah ruang publik dan kasus pelecehan seksual di ruang publik ternyata paling tinggi di siang hari bukan di malam hari, ditambah lagi jenis pakaian korban secara statistik bukanlah faktor signifikan. Jadi sudahi sajalah perbincangan kepada korban yang berangkat dari menakar ketelanjangan dan menghakimi korban faktanya siapapun bisa menjadi sasaran pelecehan. Kita tidak hanya berbicara tentang sentuhan, tapi juga catcalling, stalking, melakukan paksaan kencan,” tegasnya.

Masih menurut dia, pertanyaan yang terlalu pribadi atau sebagainya juga pelecehan lewat dunia maya, melalui komentar-komentar yang tidak sepatutnya.

“Pelecehan di ruang publik bukan sebatas berapa angka korban tetapi juga batu sandungan untuk sepak terjang perempuan, kita (kaum perempuan) jadi terbatasi ruang geraknya, diciutkan nyalinya, dan dibuat bertanya-tanya apakah perempuan berharga?” Tambahnya.

Menurut Afni, itu semua terjadi di ruang publik tempat seharusnya yang aman karena tertera kata “publik” ” ujarnya

Gadis berusia 20 tahun ini berpendapat, tanpa disadari jika kita melihat secara langsung orang yang mengalami pelecehan seksual, kita hanya bisa melihat kejadian itu terjadi, 91 persen dari kita tidak melakukan apapun karena tidak tahu harus berbuat apa.

“Padahal, ada cara yang bisa kita lakukan apabila kita menemukan kejadian seperti itu di tempat umum, yaitu 5D, ditegur, dialihkan, dilaporkan, ditenangkan, direkam.

Semoga tulisan ini bisa menciptakan kesanggupan mengendurkan kebungkaman, tidak pernah ada istilah orang asing jika yang di butuhkan adalah sikap saling jaga, saling bela, karena kita semua berharga” pungkasnya.

Konten Lainnya

Content TAGS

Konten Populer