23.5 C
Sukabumi
Senin, April 29, 2024

Mengenal Ajai Lauw, bos Hotel Regent International Singapura berdarah Sukabumi

sukabumiheadline.com - Tidak banyak yang mengenal sosok...

Tidak ada AQUA, ini perusahaan pendukung Zionis Israel versi PBB

sukabumiheadline.com - Aksi boikot produk Israel masih...

HTI dan FPI Dibubarkan Secepat Kilat, Kok Al Zaytun Malah Mau Dibina?

NasionalHTI dan FPI Dibubarkan Secepat Kilat, Kok Al Zaytun Malah Mau Dibina?

sukabumiheadline.com l Di tengah kasus kontroversi terkait aktivitas keagamaan di Pondok Pesantren Al Zaytun Indramayu, Jawa Barat dan proses hukum yang dijalani oleh Panji Gumilang, sejumlah kalangan membandingkan kasus Al Zaytun dengan FPI (Front Pembela Islam) dan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang telah dibubarkan oleh pemerintah di Era Presiden Jokowi.

Sejumlah kalangan mendesak pemerintah agar Ponpes Al Zaytun pimpinan Panji Gumilang dibubarkan, imbas kasus dugaan penistaan agama yang sempat viral beberapa waktu lalu hingga saat ini.

Praktik keagamaan di ponpes tersebut juga diduga menyimpang sehingga menjadi sorotan publik beberapa waktu belakangan ini. Bahkan, Panji Gumilang sendiri dikaitkan dengan Negara Islam Indonesia (NII) KW 9.

Seperti diketahui, HTI resmi dibubarkan pada 19 Juli 2017, sementara Ormas Islam FPI ditetapkan sebagai organisasi terlarang dan dibubarkan oleh pemerintah tiga tahun kemudian, tepatnya pada 30 Desember 2020.

Salah satu alasan lainnya pemerintah untuk membubarkan FPI adalah tudingan bahwa isi anggaran dasar Front Pembela Islam kala itu bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur soal Organisasi Masyarakat.

Adapun soal FPI dan HTI dapat dibubarkan oleh pemerintah sangat cepat, sementara Al Zaytun tidak dibubarkan, hanya akan dilakukan pembinaan oleh pemerintah. Hal itu disoal salah seorang tokoh NU, Islah Bahrawi.

Islah yang merupakan pimpinan Jaringan Islam Moderat) menyoal beda sikap pemerintah terhadap Al Zaytun tersebut, saat dirinya menjadi narasumber di Catatan Demokrasi tvOne.

“Apa yang terjadi di Al Zaytun ini, banyak orang yang menyandarkan hidupnya ke Al Zaytun, bayangkan asetnya itu 1200 hektar dan di situ ada santri santri ribuan dengan jumlah alumni ribuan yang hari ini berkarya di berbagai kegiatan masyarakat,” ujar Islah.

Pria asal Madura ini memaparkan soal alasan pembubaran FPI dan HTI, menurutnya kedua ormas ini secara nyata melakukan gerakan-gerakan dengan harokah berbasis kekerasan dan kebencian.

“Sangat gampang sekali, proses pembubaran HTI dan FPI ketika itu adalah dengan tidak memperpanjang izinnya, jadi pemerintah punya kartu truf untuk menyetop izinnya dan dengan sendirinya kemudian organisasi itu menjadi taking down,” jelasnya.

“Al Zaytun ini sangat complicated sangat rumit, di situ ada Al Zaytun dengan aset yang sedemikian besarnya dan dia juga satu epicentrum dari banyak sekali orang yang bergerak di situ, ada juga organisasi yang terkait dengan teror,” terangnya.

Di mana hal itu adalah persoalannya, bukan gerakan-gerakan ormas bersifat politik atau gerakan yang bersifat pragmatisme politik.

“Al Zaytun ini memang dibentuk dulunya sebagai lembaga pendidikan, kalau kemudian ini menjadi alat dari Panji Gumilang untuk menjadi mesin uang, menjadi harokah-harokah politik dan harokah berbagai ideologi tertentu, ini lain cerita hari ini,” tegasnya.

Islah berharap Kemenag harus bisa masuk yang dimulai dengan penegakan hukum pidana atau perdata.

“Jangan salah, kasus ini sebenarnya bukan hanya persoalan penistaan agama, masih banyak kasus lain yang sebenarnya harus dieksplor karena banyak sekali kasus-kasus yang masih terpendam dan polisi harus bisa menggali itu,” ungkap Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indones (JMI) itu.

Islah mencontohkan, Ponpes Al Mukmin Ngruki yang didirikan Abu Bakar Baasyir. Ponpes yang disebut menghasilkan teroris tapi tidak dibubarkan oleh Pemerintah. Namun, hingga saat ini ponpes tersebut masih tetap berdiri dan beroperasi.

“Pondok pesantren Al Mukmin Ngruki, hampir semua alumninya adalah tersangka teror yang ditangkap Densus, bahkan Abu Bakar Baasyir juga ditangkap,” ujarnya.

“Persoalannya adalah di situ adalah lembaga keilmuan yang kita tidak boleh sembarangan untuk melakukan penutupan dan kita tidak boleh membunuh pemikiran orang karena ini negara demokrasi,” paparnya.

Konten Lainnya

Content TAGS

Konten Populer