29.1 C
Sukabumi
Senin, Juni 17, 2024

Cek Harga Vivo V30 Pro, Mirip iPhone Versi Murah dengan Fitur Menarik

sukabumiheadline.com l Pemberitaan tentang kehadiran Vivo V30...

Resmi, laga Timnas Indonesia U-23 vs Guinea disiarkan TV nasional

sukabumiheadline.com - Laga play-off Olimpiade 2024 antara...

Menguak asal-usul tulisan Dewa Nagari India Kuno di Kalapanunggal Sukabumi

Gaya hidupMenguak asal-usul tulisan Dewa Nagari India Kuno di Kalapanunggal Sukabumi

sukabumiheadline.com – Temuan batu tulis di Sungai Cipalasari, Desa Panyindangan, Kecamatan Kalapanunggal, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, sempat mengundang tanda tanya banyak kalangan. Hal itu karena penemuan batu bertulis tersebut bukan di lokasi cagar budaya seperti pada umumnya.

Penemuan tersebut diungkap oleh Dida Hudaya, Ketua Yayasan Jelajah Sejarah Soekaboemi pada Kamis (13/7/2023) lalu, di Kampung Batu Gajah, Desa Walangsari, Kecamatan Kalapanunggal. Bahkan, penemuan tersebut mengundang keingintahuan dari Balai Arkeologi Jabar.

Seperti nama kampungnya, penamaan Batu Gajah karena di lokasi banyak terdapat batu-batu berukuran besar dengan diameter dua hingga 5 meter.

Kampung Batu Gajah dikenal memiliki spot di mana terdapat banyak batu berukuran besar - Istimewa
Kampung Batu Gajah dikenal memiliki spot di mana terdapat banyak batu berukuran besar – Istimewa

Berita Terkait: Batu Gajah, Kampung Unik dan Instagramable di Kalapanunggal Sukabumi

Dibuat tahun 1976

Belakangan diketahui jika batu bertulis tersebut dibuat oleh seorang guru sekolah dasar, bernama Kamaludin. Pria berusia 63 tahun ini membuat tulisan pada batu saat ia mengajar di SDN V Kalapanunggal.

Informasi diperoleh sukabumiheadline.com, Kamaludin beralasan jika hal itu dilakukan untuk tujuan mengenalkan dan mengajarkan bahasa Sansekerta kepada anak didiknya.

“Tulisan itu saya buat tahun 1976, bulan Mei. Semuanya ada enam batu yang saya ukir sebagai alat praktek untuk murid-murid. Kalau untuk ke museum kan jauh dan membutuhkan biaya yang besar apalagi kami ini dulu akses kendaraan cukup sulit,” jelas dia.

Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa jenis tulisan pada batu yang diukirnya itu, adalah huruf Dewa Nagari atau huruf India Kuno.

“Tujuannya agar murid-murid cepat paham dengan Bahasa Sansekerta,” kata dia.

Praktik menulis di atas permukaan batu itu, dilakukan Kamaludin dengan cara mengajak jalan-jalan 10 orang anak didiknya ke sungai.

“Kebetulan banyak anak didik saya yang rumahnya dekat dengan aliran sungai, maka saya memiliki ide untuk mengenalkan sekaligus mempraktikkan Bahasa Sansekerta dengan cara mengukir di atas batu,” ungkap Kamaludin.

Lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Negeri Kota Sukabumi pada 1970 itu menilai cara tersebut sangat efektif karena dengan begitu, anak didiknya menjadi cepat paham.

“Total ada enam batu yang saya ukir dengan huruf Dewa Nagari, keenamnya ada di daerah Panyidangan, Manglad, Nangka Koneng, Batu Gajah, Gunung Malang dan Cisaah. Bahkan di Batu Gajah selain bentuk huruf juga saya juga menggambar belalai gajah dan mata sehingga batu tersebut jadi serupa Gajah,” tambah Kamaludin.

Kampung Batu Gajah dikenal memiliki spot di mana terdapat banyak batu berukuran besar – Istimewa

Lantas, bagaiman teknis Kamaludin menulis di atas permukaan batu?

Pria yang telah pensiun dari mengajar itu menjelaskan, selain dirinya yang memahat juga diikuti oleh murid-muridnya. Teknis pengerjaan menulis di atas permukaan batu, dimulai dengan cara menulis menggunakan kapur.

Selanjutnya, secara bergantian muridnya mengukir tulisan tersebut sehingga menyerupai benda cagar budaya batu tulis seperti yang terdapat di Batutulis, Kabupaten Bogor.

“Saya berharap ukiran huruf Dewa Nagari itu bisa bermanfaat dan yang saya tahu batu ini juga bukan batu zaman purbakala dan jika pemerintah setempat mau menjadikannya sebagai aset pariwisata, ya silakan saja,” kata dia.

Adapun, Kamaludin menjelaskan, arti dari tulisan yang diukirnya di batu tersebut yakni: aja jiwamah (hari ini kita hidup bersama), atra raksati (disini saling menjaga), ada pacatah (agar tidak jatuh), yada dawatha tada patatha (kapan kalian hilang/lari/mati), tatra tjarathah (maka kesana kalian berjalan) dan wayajanti (disana tempat keselamatan).

Konten Lainnya

Content TAGS

Konten Populer